Minggu, 20 April 2014

MAKNA KEHIDUPAN YANG RELIGIUS PADA REMAJA

(Contoh Materi Layanan Informasi BK)
***

A.    Pengertian Religiusitas
Menurut Gazalba di dalam Ghufron, “religiusitas berasal dari kata religi dalam bahasa latin “religio” yang akar katanya adalah religure yang berarti mengikat”.[1]Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa religi itu berarti mengikat. Dengan demikian, religi memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajian yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya, Kesemuanya itu berfungsi mengikat seseoarang atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam sekitarnya.
Pendapat Ghufron di atas senada dengan Dister dalam Subandi, yang mengatikan, “religiusitas sebagai keseragaman karena adanya internalisasi agama tersebut kedalam diri seseorang”.[2]
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa religiusitas menunjuk kepada tingkat keterikatan individu terhadap agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa individu telah menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya sehingga berpengaruh dalam segala tindakan dan pandangan hidupnya.
Glock dan Stark merumuskan “religiusitas sebagai komitmen religius (yang berhubungan dengan agama atau keyakinan iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang dianut”.[3]Religiusitas diartikan sebagai seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang muslim, religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa religiusitas menujuk pada tingkat keterikatan individu terhadap agamanya. Hal ini menujukkan bahwa individu telah menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya sehingga berpengaruh dalam segala tindakan dan pandangan hidupnya.

B.     Perkembangan Religiusitas pada Individu
Masih banyak perbedaan pendapat tentang kapan munculnya kehidupan beragama seseorang. Penelitian yang dilakukan Harnest dalam Jalaluddin menjelaskan bahwa perkembangan agama melalui beberapa fase. Berikut ini adalah fase tersebut:
a.       The fairv tale stage (tingkat dongeng)
Terjadi pada usia 3-6 tahun. Konsep Tuhan dipengaruhi oleh emosi dan fantasi sehingga terkesan kurang masuk akal. Kehidupan fantasi yang bersumber dari dongeng mendominasi pemahaman anak terhadap ajaran agamanya.
b.      Then realistic stage (tingkat kenyataan)
Dimulai ketika anak masuk sekolah dasar sampai remaja. Pemahaman tentang ajaran agama sudah didasarkan pada konsep yang sesuai dengan kenyataan, diperoleh dari lembaga-lembaga keagamaan, orangtua ataupun dari orang dewasa lain.
c.       The individual stage (tingkat individual)
Pemahaman terhadap ajaran agama bersifat khas untuk setiap orang yang dipengaruhi oleh lingkungan serta perkembangan internal. Pada tahap ini terdapat tiga tipe, yaitu pemahaman secara konvensional dan konservatif; pemahaman yang murni dan bersifat personal; dan memahami konsep Tuhan secara humanis.[4]

Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul pada masa remaja. Mereka mulai menemukan pengalaman dan penghayatan ketuhanan yang bersifat individual. Sementara perkembangan keagamaan pada dapat dijabarkan sebagai berikut:
1)      Perkembangan pikiran dan mental, ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik lagi bagi mereka
2)      Perkembangan perasaan, berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja, perasaan sosial, etis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati kehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula.
3)      Perkembangan sosial, dalam kehidupan beragama mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material
4)      Perkembangan moral, para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi.
5)      Sikap dan minat, remaja terhadap masalah agama boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka
6)      Ibadah, pandangan remaja tentang ibadah diungkapkan sebagai berikut: (a) mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan akan mengabulkan doa mereka; (b) sembahyang dapat menolong mereka meredakan kesusahan yang mereka derita; (c) sembahyang menyebabkan mereka menjadi senang sesudah menunaikannya; (d) sembahyang meningkatkan tanggung jawab dan tuntutan sebagai anggota masyarakat; (e) sembahyang merupakan kebiasaan yang mengandung arti penting.

C.    Dimensi-Dimensi Religiusitas
1.      Dimensi Aqidah, menyangkut keyakinan dan hubungan manusia dengan Tuhan, malaikat, para Nabi dan sebagainya
2.      Dimensi Ibadah, menyangkut frekuensi, intensitas pelaksanaan ibadah yang telah ditetapkan misalnya shalat, zakat, haji dan puasa
3.      Dimensi amal, menyangkut tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya menolong orang lain, membela orang lemah, bekerja dan sebagainya
4.      Dimensi Ihsan menyangkut pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan, takut melanggar larangan dan lain-lain, dan;
5.      Dimensi ilmu menyangkut pengetahuan seseorang tentang ajaran-ajaran agama.[5]


D.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas
Menurut Thouless dalam Dwi Kumala Sari, faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas ada empat yaitu:
a.          Pengaruh pendidikan atau pengajaran dari berbagai tekanan sosial (faktor social)
b.         Berbagai pengalaman yang dialami oleh individu dalam membentuk sikap keagamaan terutama pengalaman mengenai keindahan, keselarasan, dan kebaikan dunia lain (faktor alamiah). Adanya konflik moral (faktor moral) dan pengalaman emosional keagamaan (faktor efektif)
c.          Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi terutama butuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian.
d.         Berbagai proses pemikiran verbal atau proses intelektual. Perkembangan religiusitas pada remaja.[6]

E.     Cara yang dapat dilakukan Remaja agar Kehidupan Religius dapat diterapkan
1.      Metode penanaman nilai agama sejak dini
2.      Metode penanaman nilai agama lewat pembiasaan diri
3.      Metode pendekatan analisis nilai
4.      Metode penanaman nilai agama lewat pengalaman

F.     Makna Kehidupan yang Religius pada Remaja
Makna kehidupan yang religius pada remaja merupakan makna kehidupan yang selalu sesuai dengan aturan agama yang dianut. Makna kehidupan bagi seorang muslim yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebahagiaan dunia dan akhirat hanya dapat dicapai jika remaja selalu berpegang teguh pada tali agama Allah.



[1] Ghufron dan Rini Risnawita,Teori-Teori Psikologi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 167
[2] Ghufron dan Rini Risnawita,Teori-Teor...i, h 168
[3]All’ Bout Psikologi, Psikologi , Bisnis Online. Tersedia: Http://Religiusitas All’Bout Psikologi, Bisnis Inleine, Aku, and Cinta, htm (2 April 2012)
[4]Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 66-67
[5]Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas Dalam Perspektif  Psikologi Islam, (Jogjakarta: Menara Kudus, 2002), h. 77-78      
[6]Dwi Kumala Sari, (2010). Hubungan antara Religiusitas dengan Kegiatan Keagamaan pada Remaja. Skripsi S1 pada Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasman RIAU: tidak diterbitkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar