(Contoh Materi Layanan Informasi BK)
***
***
A.
Pengertian
Religiusitas
Menurut
Gazalba di dalam Ghufron, “religiusitas berasal dari kata religi dalam bahasa
latin “religio” yang akar katanya adalah religure yang berarti mengikat”.[1]Berdasarkan
pendapat tersebut dapat dipahami bahwa religi itu berarti mengikat. Dengan
demikian, religi memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajian yang harus
dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya, Kesemuanya itu berfungsi mengikat
seseoarang atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama
manusia, dan alam sekitarnya.
Pendapat
Ghufron di atas senada dengan Dister dalam Subandi, yang mengatikan,
“religiusitas sebagai keseragaman karena adanya internalisasi agama tersebut
kedalam diri seseorang”.[2]
Berdasarkan
beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa religiusitas menunjuk
kepada tingkat keterikatan individu terhadap agamanya. Hal ini menunjukkan
bahwa individu telah menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya
sehingga berpengaruh dalam segala tindakan dan pandangan hidupnya.
Glock
dan Stark merumuskan “religiusitas sebagai komitmen religius (yang berhubungan
dengan agama atau keyakinan iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas atau
perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang
dianut”.[3]Religiusitas
diartikan sebagai seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa
pelaksanaan ibadah dan kaidah dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang
dianutnya. Bagi seorang muslim, religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh
pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam.
Berdasarkan
berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa religiusitas menujuk
pada tingkat keterikatan individu terhadap agamanya. Hal ini menujukkan bahwa
individu telah menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya sehingga
berpengaruh dalam segala tindakan dan pandangan hidupnya.
B.
Perkembangan
Religiusitas pada Individu
Masih banyak perbedaan pendapat tentang kapan munculnya kehidupan
beragama seseorang. Penelitian yang dilakukan Harnest dalam Jalaluddin
menjelaskan bahwa perkembangan agama melalui beberapa fase. Berikut ini adalah
fase tersebut:
a.
The fairv tale stage
(tingkat dongeng)
Terjadi pada usia 3-6 tahun. Konsep Tuhan dipengaruhi oleh emosi
dan fantasi sehingga terkesan kurang masuk akal. Kehidupan fantasi yang
bersumber dari dongeng mendominasi pemahaman anak terhadap ajaran agamanya.
b.
Then realistic stage
(tingkat kenyataan)
Dimulai ketika anak masuk sekolah dasar sampai remaja. Pemahaman
tentang ajaran agama sudah didasarkan pada konsep yang sesuai dengan kenyataan,
diperoleh dari lembaga-lembaga keagamaan, orangtua ataupun dari orang dewasa
lain.
c.
The individual stage
(tingkat individual)
Pemahaman terhadap ajaran agama bersifat khas untuk setiap orang
yang dipengaruhi oleh lingkungan serta perkembangan internal. Pada tahap ini
terdapat tiga tipe, yaitu pemahaman secara konvensional dan konservatif;
pemahaman yang murni dan bersifat personal; dan memahami konsep Tuhan secara
humanis.[4]
Sifat
kritis terhadap ajaran agama mulai timbul pada masa remaja. Mereka mulai
menemukan pengalaman dan penghayatan ketuhanan yang bersifat individual.
Sementara perkembangan keagamaan pada dapat dijabarkan sebagai berikut:
1)
Perkembangan
pikiran dan mental, ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari
masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik lagi bagi mereka
2)
Perkembangan
perasaan, berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja, perasaan sosial,
etis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati kehidupan yang terbiasa
dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih
dekat ke arah hidup yang religius pula.
3)
Perkembangan
sosial, dalam kehidupan beragama mereka timbul konflik antara pertimbangan
moral dan material
4)
Perkembangan
moral, para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari
proteksi.
5)
Sikap dan
minat, remaja terhadap masalah agama boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini
tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi
mereka
6)
Ibadah,
pandangan remaja tentang ibadah diungkapkan sebagai berikut: (a) mereka
sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan akan mengabulkan doa mereka;
(b) sembahyang dapat menolong mereka meredakan kesusahan yang mereka derita;
(c) sembahyang menyebabkan mereka menjadi senang sesudah menunaikannya; (d)
sembahyang meningkatkan tanggung jawab dan tuntutan sebagai anggota masyarakat;
(e) sembahyang merupakan kebiasaan yang mengandung arti penting.
C.
Dimensi-Dimensi
Religiusitas
1.
Dimensi Aqidah,
menyangkut keyakinan dan hubungan manusia dengan Tuhan, malaikat, para Nabi dan
sebagainya
2.
Dimensi Ibadah,
menyangkut frekuensi, intensitas pelaksanaan ibadah yang telah ditetapkan
misalnya shalat, zakat, haji dan puasa
3.
Dimensi amal,
menyangkut tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya menolong orang
lain, membela orang lemah, bekerja dan sebagainya
4.
Dimensi Ihsan
menyangkut pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan, takut melanggar
larangan dan lain-lain, dan;
5.
Dimensi ilmu
menyangkut pengetahuan seseorang tentang ajaran-ajaran agama.[5]
D.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas
Menurut
Thouless dalam Dwi Kumala Sari, faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas
ada empat yaitu:
a.
Pengaruh
pendidikan atau pengajaran dari berbagai tekanan sosial (faktor social)
b.
Berbagai
pengalaman yang dialami oleh individu dalam membentuk sikap keagamaan terutama
pengalaman mengenai keindahan, keselarasan, dan kebaikan dunia lain (faktor
alamiah). Adanya konflik moral (faktor moral) dan pengalaman emosional
keagamaan (faktor efektif)
c.
Faktor-faktor
yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terpenuhi terutama butuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri, dan
ancaman kematian.
d.
Berbagai proses
pemikiran verbal atau proses intelektual. Perkembangan religiusitas pada
remaja.[6]
E.
Cara
yang dapat dilakukan Remaja agar Kehidupan Religius dapat diterapkan
1. Metode
penanaman nilai agama sejak dini
2. Metode
penanaman nilai agama lewat pembiasaan diri
3. Metode
pendekatan analisis nilai
4. Metode
penanaman nilai agama lewat pengalaman
F.
Makna
Kehidupan yang Religius pada Remaja
Makna kehidupan yang religius
pada remaja merupakan makna kehidupan yang selalu sesuai dengan aturan agama
yang dianut. Makna kehidupan bagi seorang muslim yaitu kebahagiaan dunia dan
akhirat. Kebahagiaan dunia dan akhirat hanya dapat dicapai jika remaja selalu
berpegang teguh pada tali agama Allah.
[1] Ghufron dan
Rini Risnawita,Teori-Teori Psikologi,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 167
[2] Ghufron dan
Rini Risnawita,Teori-Teor...i, h 168
[3]All’ Bout
Psikologi, Psikologi , Bisnis Online. Tersedia: Http://Religiusitas All’Bout Psikologi, Bisnis Inleine, Aku, and
Cinta, htm (2 April 2012)
[4]Jalaluddin, Psikologi
Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 66-67
[5]Fuad Nashori dan Rachmy
Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas
Dalam Perspektif Psikologi Islam,
(Jogjakarta: Menara Kudus, 2002), h. 77-78
[6]Dwi Kumala
Sari, (2010). Hubungan antara
Religiusitas dengan Kegiatan Keagamaan pada Remaja. Skripsi S1 pada
Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasman RIAU: tidak diterbitkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar