Minggu, 06 April 2014

“Happy Birthday, Fla!”





Musim kabut telah berlalu. Masa UAS pun telah berakhir. Anak-anak kelas dua belas berjibaku menunggu datangnya UN yang hanya berselang tiga minggu lagi. Perasaan anak-anak itu saat ini barangkali sama dengan perasaanku dulu, saat berada pada usia dan kelas yang sama seperti mereka. Sekolah berjalan dengan dinamika yang baru dari hari ke hari. Sementara guru-guru sibuk menyiapkan pelaksanaan ujian tengah semester, bersatu padu semaksimal mungkin agar kelas dua belas lulus seratus persen, maka anak-anak lain tertawa, berseloroh, beberapa diantaranya tidak hadir tanpa alasan yang jelas, yang lainnya memilih cabut pada saat jam mata pelajaran yang tidak disukai, dan terkadang bermasalah dengan guru, sedang yang lainnya lagi berusaha mengevaluasi diri dan memacu diri agar lebih baik dari hari ke hari. Mereka hanyalah remaja-remaja yang membutuhkan perhatian, arahan, dan bimbingan lebih.
Lalu, aku terhenti tepat ditengah dinamika disekelilingku. Memandang jauh ke dalam diri. Aih, begitu banyak hal yang harus kuperbaiki. Beberapa waktu yang lalu, aku hanyalah kanak-kanak yang bermetamorfosa menjadi seorang remaja, lalu hari ini aku mendapati diriku telah menjadi sosok dewasa-begitu pula orang-orang melihatku, barangkali. Menjadikan manusia terus tumbuh dewasa adalah proses alami Tuhan, namun bersikap dewasa adalah sebuah pilihan. Lebih jauh ke dalam, aku mendapati diriku belumlah menjadi sosok dewasa yang mampu bersikap dewasa. Tuhan, ternyata di sana terselip keinginan untuk selalu menjadi kanak-kanak; kanak-kanak yang selalu ingin di dengar, kanak-kanak yang selalu ingin diberi perhatian, kanak-kanak yang ingin dibiarkan bebas bermain, kanak-kanak yang selalu ingin jadi pusat perhatian, kanak-kanak yang menginginkan kehidupan masa depan seperti imajinasi dalam fikirannya.
21 Maret hari ini, 22 tahun sudah usiaku. Aku bukan lagi seorang remaja. Bahkan, hari ini aku telah berdiri di hadapan puluhan siswa yang memandang dengan berbagai ekspresi padaku. Padahal, empat tahun lalu, akulah yang berada pada posisi mereka saat ini. Sungguh, begitu cepat waktu berlalu. Maka, waktu pula lah yang menjadikan 21 Maret tahun ini begitu berbeda dengan 21 Maret pada tahun-tahun yang lalu. Meski, tengah malam itu kau masih berusaha agar tetap sama seperti tahun-tahun itu.
Aku membuat waktu menjadi pilihan terbaik untuk perbedaan itu. Pada masa-masa itu, aku selalu bertanya, kapan waktu yang tepat bagi kita? Akankah kau akan datang pada waktu yang ini? Ataukah aku akan menunggu sampai waktu yang lain?  Lalu, aku terbiasa sendiri  diantara waktu yang panjang dalam kebersamaan kita. Kemudian, menutupi kerinduan yang mendalam padamu dengan lontaran-lontaran kecut yang tentu tak kau suka. Ah, kau benar. Tak seharusnya aku begitu. Namun, aku tak bisa mengungkapkan kerinduan itu dan hanya berharap agar kau mampu menyelami isi hatiku. Tentu, kau bukanlah Tuhan yang mampu mengetahui isi hati manusia. Terbiasa sendiri, terbiasa menyimpan rindu, dan berusaha menepis pikiran-pikiran negatif tentangmu yang selalu muncul di saat lain, membuatku menjadi muak dan mulai bertanya,’Bahagiakah aku?’ Maka,  aku memilih lepas dari rasa yang menyesakkan dada itu. Kukatakan dengan tegas pada diriku, ‘Aku akan bahagia tanpamu.” Sudahlah, membandingkan kehidupan yang lalu dengan saat ini hanya akan membuat lubang yang dalam di hati. Maka, menatap masa depan dengan bahagia yang lain tentu akan lebih baik.
21 Maret hari ini menjadi ajang instropeksi diri. Betapa aku masih sering lalai pada kewajibanku sebagai seorang hamba. Betapa aku masih belum sempurna menjadi anak yang berbakti pada orangtua, belum mampu menjadi adik yang baik, kemudian aku perlu memperbaiki komunikasi dengan orang lain, dan berusaha lebih terbuka. Terakhir, aku berharap menjadi lebih dewasa dalam menyikapi berbagai persoalan hidup yang datang. Maka, selaksa do’a yang dihantarkan kawan-kawan padaku adalah kado spesial pada 21 Maret ini. Komawo.
Terakhir, aku ingin mengucapkan kalimat sederhana ini pada diri: Happy Birthday, Fla (Fitria osneLA) ! Tersenyumlah dengan ikhlas, sebab semua akan indah pada waktunya.
(Simawang, 22 Maret 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar