ANALISIS DOKUMENTASI
(Mata Kuliah Diagnosis Kesulitan Belajar)
***
***
1.
Dokumentasi
Hasil Test Diagnostik Baik Kebiasaan Belajar Atau Pengalaman Masa Lalu
Setiap siswa
yang telah mengalami proses belajar, kebiasaan-kebiasaannya akan tampak
berubah. Menurut Burghard (1973), kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan
kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. Dalam
proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak
diperlukan. Karena proses penyusutan/ pengurangan inilah, muncul suatu pola
bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis.
Kebiasaan ini
terjadi karena prosedur pembiasaan seperti dalam classical conditioning.
Contoh: siswa yang belajar bahasa secara berkali-kali menghindari kecenderungan
penggunaan kata atau struktur yang keliru, akhirnya akan terbiasa dengan
penggunaan bahasa secara baik dan benar. Jadi, berbahasa secara baik dan benar
itulah perwujudan perilaku belajar siswa tadi.[1]
Dengan belajar,
orang memperoleh pengalaman. Pengalaman belajar meliputi aspek-aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Belajar merupakan kegiatan yang dinamis,
karena itu wajarlah bahwa pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang
menjadi berkembang.[2]
2.
Dokumentasi
Hasil Belajar
Hasil belajar
adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Menurut
A. J Romiszowski (1981: 217) hasil belajar merupakan keluaran (outputs)
dari suatu sistem pemprosesan masukan (inputs). Masukan dari sistem
tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performence).
Seperti halnya
Romiszowski, John M. Keller (1983:391) memandang hasil belajar sebagai keluaran
dari suatu sistem pemprosesan berbagai masukan yang berupa informasi. Berbagai
masukan tersebut menurut Keller dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu
kelompok masukan pribadi (personal Inputs), yang terdiri dari motivasi
atau nilai-nilai, harapan untuk berhasil, intelegensi dan penguasaan awal, dan
evaluasi kognitif terhadap kewajaran atau keadilan konsekuensi; dan ( environmentl
inputs), yang terdiri dari rancangan dan pengelolaan motivasional,
rancangan dan pengelolaan ulangan penguatan (reinforcement).[3]
3.
Dokumentasi
Prestasi Belajar
a.
Indikator
Prestasi Belajar
Kunci pokok
untuk memperoleh ukuran dan data hasil
belajar siswa adalah dengan mengetahui garis-garis besar indikator
(penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak
diungkapkan atau diukur.
Dibawah ini pemakalah
akan sajikan tabel mengenai jenis, indikator, dan cara evaluasi prestasi.[4]
Ranah/ Jenis
Prestasi
|
Indikator
|
Cara Evaluasi
Prestasi
|
A.
Ranah
Cipta (Kognitif)
|
||
1.
Pengamatan
|
1.
Dapat
Menunjukkan
2.
Dapat
membandingkan
3.
Dapat
menghubungkan
|
1.
Tes
Lisan
2.
Tes
Tertulis
3.
Observasi
|
2.
Ingatan
|
1.
Dapat
menyebutkan
2.
Dapat
menunjukkan kembali
|
1.
Tes
lisan
2.
Tes
tertulis
3.
Observasi
|
3.
Pemahaman
|
1.
Dapat
menjelaskan
2.
Dapat
mendefenisikan dengan lisan sendiri
|
1.
Tes
lisan
2.
Tes
tertulis
|
4.
Aplikasi/
Penerapan
|
1.
Dapat
memberikan contoh
2.
Dapat
menggunakan secara tepat
|
1.
Tes
tertulis
2.
Pemberian
tugas
3.
observasi
|
5.
analisis
(pemeriksaan dan pemilahan secara teliti)
|
1.
dapat
menguraikan
2.
dapat
mengklasifikasikan
|
1.
tes
tertulis
2.
pemberian
tugas
|
6.
sisntesis
(membuat panduan baru dan utuh)
|
1.
dapat
menghubungkan materi-materi, sehingga menjadi kesatuan baru
2.
dapat
menyimpulkan
3.
dapat
menggeneralisasikan (membuat prinsip umum)
|
1.
tes
tertulis
2.
pemberian
tugas
|
B.
Ranah
Rasa (Afektif)
|
||
1.
Penerimaan
|
1.
Menunjukkan
sikap menerima
2.
Menunjukkan
sikap menolak
|
1.
Tes
tertulis
2.
Tes
skala sikap
3.
Observasi
|
2.
Sambutan
|
1.
Kesediaan
berpartisipasi/ terlibat
2.
Kesediaan
memanfaatkan
|
1.
Tes
skala sikap
2.
Pemberia
tugas
3.
Observasi
|
3.
Apresiasi
(sikap menghargai)
|
1.
Menganggap
penting dan bermanfaat
2.
Menganggap
indah dan harmonis
3.
mengagumi
|
1.
tes
skala penilaian sikap
2.
pemberian
tugas
3.
observasi
|
4.
internalisasi
(pendalaman)
|
1.
mengakui
dan meyakini
2.
mengingkari
|
1.
tes
skala sikap
2.
pemberian
tugas ekspresif (yang menyatakan sikap) dan tugas proyektif (yang menyatakan
sikap) dan tugas proyektif (yang menyatakan perkiraan atau ramalan).
|
5.
Karakterisasi
(penghayatan)
|
1.
Melembagakan
atau meniadakan
2.
Menjelmakan
dalam pribadi dan perilaku sehari-hari
|
1.
Pemberian
tugas ekspresif dan proyektif
2.
observasi
|
C.
Ranah
Karsa (Psikomotor)
|
||
1.
Keterampilan
|
Kecakapan
mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya.
|
Tes tindakan
|
2.
kecakapan
ekspresi verbal dan non-verbal
|
1.
kefasihan
melafalkan/ mengucapkan
2.
kecakapan
membuat mimik dan gerakan jasmani
|
1.
tes
lisan
2.
observasi
3.
tes
tindakan
|
b.
Pendekatan
evaluasi prestasi belajar
Ada dua macam
pendekatan yang amat populer dalam mengevaluasi atau menilai tingkat
keberhasilan/perstasi belajar, yakni: 1) Norm-referencing atau Norm
Referenced Assesment (Penilaian Acuan Norma/PAN); dan 2) Criterion-referencing
atau Criterian-Referenced Assesment (Penilaian Acuan Kriteria/PAK).[5]
1)
Norm-referencing
atau Norm Referenced Assesment (Penilaian
Acuan Norma/PAN)
Dalam penilaian
yang menggunakan pendekatan PAN (Penilaian Acun Norma), prestasi belajar
seorang peserta didik diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang
dicapai teman-tema sekelas atau sekelompoknya. Jadi, pemberian skor atau nilai
peserta didik tersebut merujuk pada hasil perbandingan antara skor-skor yang
diperoleh teman-teman sekelompoknya dengan skornya sendiri.
2)
Criterion-referencing
atau Criterian-Referenced
Assesment (Penilaian Acuan Kriteria/PAK).
Penilaian
dengan PAK (Penilaian Acuan Kriteria) merupakan proses pengukuran prestasi
belajar dengan cara membandingkan pencapaian seorang siswa dengan pelbagai
perilaku ranah yang telah ditetapka secara baik (well-defined domain
behaviour) sebagai patokan absolut. Oleh karena itu, dalam
mengimplementasikan pendekatan Penilaian Acuan Kriteria diperlukan adanya
kriteria mutlak yang merujuk pada tujuan pembelajaran umum dan khusus (TPU dan
TPK). Artinya, nilai atau kelulusan seorang siswa bukan berdasarkan
perbandingan dengan nilai yang dicapai oleh rekan-rekan sekelompoknya melainkan
ditentukan oleh penguasaannya atas materi pelajaran hingga batas yang sesuai
dengan tujuan instruksional.
Pendekatan
penilaian seperti ini biasanya diterapkan dalam sistem belajar tuntas (Mastery
Learning). Dalam sistem belajar tuntas, seorang siswa baru dapat dinyatakan
lulus dalam evaluasi suatu mata pelajaran apabila ia telah menguasai seluruh materi
secara merata dan mendalam dengan nilai minimal 80.
c.
Batas
minimal prestasi belajar
Setelah
mengetahui indikator dan memperoleh skor evaluasi prestasi belajar diatas, guru
perlu pula mengetahui bagaimana kiat menetapkan batas minimal keberhasilan
belajar para siswanya. Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah
prestasi siswa yang dianggap berhasil dalam arti luas bukanlah perkara mudah.
Menetapkan
batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu berkaitan dengan upaya
pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat
keberhasilan siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Diantara
norma-norma berikut adalah: (1) norma skala angka dari 0-10; (2) norma skala
angka dari 0-100.
Angka terendah
yang menyatakan kelulusan/keberhasilan belajar (passing grade) skala
0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60. Alhasil
pada prinsipnya jika seorang siswa dapat menyelesaikan lebih dari separoh tugas
atau dapat menjawab lebih dari setengah instrumen evaluasi dengan benar, ia
dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar. Namun demikian,
kiranya perlu dipertimbangkan oleh para guru sekolah penetapan passing grade
yang lebih tinggi (misalnya 65 atau 70) untuk pelajaran-pelajaran inti ini
meliputi, antara lain: bahasa dan matematika, karena kedua bidang studi ini
(tanpa mengurangi pentingnya bidang-bidang studi lainnya) merupakan “kunci
pintu” pengetahuan lainnya.
Selanjutnya, selain norma-norma tersebut diatas, ada pula norma
lain yang dinegara kita baru berlaku di perguruan tinggi yaitu norma prestasi
belajar dengan menggunakan simbol-simbol huruf A, B, C, D dan E. Simbol
huruf-huruf ini dapat dipandang sebagai terjemahan dari simbol angka-angka.
Seperti terlihat pada tabel berikut:
Simbol-simbol
nilai
|
Predikat
|
|
Angka
|
Huruf
|
|
8
- 10 = 80-100=3,1-4
|
A
|
Sangat
Baik
|
7-7,9=70-79=2,1-3
|
B
|
Baik
|
6-6,9=60-69=1,1-2
|
C
|
Cukup
|
5-5,9=50-59=1
|
D
|
Kurang
|
0-4,9=0-49=0
|
E
|
Gagal
|
Simbol angka seperti diatas yang berskala 0-4 lazim dipakai di
perguruan tinggi. Skala angka tersebut dipakai untuk menetapkan Indeks Prestasi
(IP) mahasiswa, baik pada setiap semester maupun pada akhir penyelesaian studi.[6]
[1] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (
Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h.,118
[2]Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta: Rineka
Cipta, 1998), h., 59
[3]Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2003), h., 37, 38, 40.
[4]Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h., 214-216
[5] Ibid., h.,216 -217
[6] Ibid., h., 219-221
Komentar
Posting Komentar