Perlukah Manusia Beragama?

Pertanyaan di atas barangkali juga pernah terlintas di pikiran kita, perlukah manusia beragama? Persoalan agama merupakan persoalan yang tak kunjung usai dibicarakan, bahkan hingga hari ini, sehingga banyak orang yang meragukan agama dan memilih menjadi atheis.
Atheis banyak dianut oleh orang-orang yang telah memeluk agama, hingga pada suatu ketika mereka berkesimpulan bahwa Tuhan sebenarnya tidak ada. Ini merupakan salah satu bentuk konversi agama yang terjadi pada masyarakat modern. Menurut Jalaludin (2004:265), konversi agama mengandung pengertian bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama. Masih menurut Jalaludin dan Ramayulis (1993:54), penanda dari adanya konversi agama dapat berupa; adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya; dan perudahan tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan, sehingga perubahan ini dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak.
Perubahan keyakinan terhadap agama ini turut dipelopori oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Era globalisasi dewasa ini yang ditandai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang meningkat, membuat orang mejadi mempertanyakan Tuhan. Hal ini biasanya banyak terjadi pada orang-orang yang berilmu. Mereka, bahkan menganggap bahwa agama tidak diperlukan lagi, sebab dalam dunia serba modern ini apapun yang mereka kehendaki sudah dapat terpenuhi oleh ilmu dan teknologi.
Sidi Gazalba (1978:74) memberikan contoh sederhana betapa ilmu dan teknologi yang menimbulkan kesangsian dalam kalbu orang-orang modern tentang keperluan agama. Jika dulu orang ingin kaya bermohon pada Tuhan, tapi sekarang orang bermohon pada ilmu ekonomi. Tadahkanlah tangan pada Tuhan, maka tangan itu akan tetap kosong. Tapi mintalah pada ilmu ekonomi, maka ia melalui pertanian, pertambangan, pabrik, perdagangan, memberikan kekayaan itu. Dahulu jika orang sakit bermohon kepada Tuhan, tapi sekarang orang bermohon kepada dokter. Bermohon kepada Tuhan hanya akan memberikan ketawakkalan menyongsong maut mendatang, tetapi ilmu kedokteran, si sakit dapat disembuhkan. Kalau hujan terus menerus, orang dahulu bermohon kepada Tuhan, agar banji jangan menenggelamkan mereka, menghanyutkan rumah dan merusak harta benda. Namun banjir itu datang juga membawa kehancuran. Tapi mintalah pada insinyur, maka teknologi menggali terusan, membuat waduk, memindahkan penduduk dan harta bendanya, sehingga banjir tidak timbul dan tidak mendatangkan kerusakan.
Pun pluralisme agama yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama benarnya, menambah akar keraguan pada agama. Jika semua agama sama benar, maka masing-masing penganutnya akan menyatakan bahwa agama yang dianutnya-lah yang benar, sehingga kebanyakan orang menjadi meragukan kebenaran agama sehingga memilih lebih baik tidak beragama sekali. Tulisan ini tidak membahas tentang agama mana yang benar, tapi tulisan ini mencoba fokus pada perlunya manusia beragama, terlepas dari agama mana yang benar.
Menurut Sidi Gazalba (1978:76), manusia membawa naluri azas sejak kelahirannya. Naluri azas itu terdiri dari perasaan; ingin selamat dan ingin senang dalam pengertian nikmat, suka, puas, gembira. Senang ialah perasaan yang dihayati ketika merasakan sesuatu keindahan, merasakan sesuatu yang menyedapkan hati. Sementara HM. Hafi Anshari (1989:123) menyebutkan manusia adalah makhluk Tuhan yang mempunyai badan kasar (jasmani) dan badan halus (rohani), mempunyai sifat individu dan sosial, kultural dan religi (makhluk monodualis). Karena manusia memiliki jasmani dan rohani, maka sudah barang tentu kedua aspek ini memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Jika kedua kebutuhan ini dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya, maka kehidupan manusia akan harmonis, jiwa dan perasaannya akan tentram dan damai. Tapi jika salah satu kebutuhan tidak terpenuhi, maka hidup manusia akan mengalami kepincangan.
Badan kasar (jasmani) tersusun atas materi (sel-sel) sehingga ia berbentuk dan berupa. Sedangkan roh bukan materi, Karena itu pancaindera tidak dapat menyentuh bentuk atau rupanya. Untuk keselamatan jasmani, manusia memerlukan material dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmaninya.
Pemenuhan kebutuhan jasmani itu, dapat berupa sandang, pangan, dan papan. Sementara rohani, ia abstrak. Kebutuhan rohani sudah dapat terpenuhi ketika timbul perasaan senang, perasaan damai, bahagia yang tak lagi menggelisahkan jiwa. Sebab, rohani dekat kepada mental. Rohani cenderung bergerak pada kebenaran, keindahan, dan kebaikan. Gabungan kebenaran, keindahan, dan kebaikan membentuk kesucian. Hal serupa juga didapatkan pada agama, sebab agama merupakan gabungan dari kebenaran, keindahan dan kebaikan. Pada agama manapun, akan ditemukan ketiga hal pokok ini.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang dibekali oleh akal dan naluri, sebagai pembeda dasarnya dengan binatang. Naluri manusia membawa pada keyakinan akan adanya Tuhan, tapi kadangkala akal manusia menolaknya dengan argumen-argumen rasional, hanya saja tidak semua persoalan bisa diselesaikan dengan akal/rasio.
Dalam islam, keberagamaan adalah fitrah. Ia merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya. Sementara William James mengungkapkan bahwa selama manusia masih memiliki naluri cemas dan mengharap, maka selama itu pula ia beragama (berhubungan dengan Tuhan). Maka jelaslah bahwa manusia, memerlukan agama dalam kehidupannya. Agama berperan membina dan mempersiapkan mental manusia agar manusia secara kreatif dan aktif melaksanakan tugas-tugasnya (motivator dan dinamisator) dan diharapkan mampu memberikan kestabilan dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang berupa goncangan-goncangan atau gejolak-gejolak ketegangan psikis. (*)
Sumber Bacaan:
Sidi Gazalba, Ilmu, Filsafat dan Islam Tentang Manusia dan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978)
Drs. HM. Hafi Anshari, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991)
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004)
DR. Jalaludin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Penerbit Kalam Mulia, 1993)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADIS-HADIS TENTANG AKHLAK KONSELOR ISLAMI

JENIS-JENIS PERMAINAN DALAM KONSELING

Motif dan Sikap