Kamis, 29 Agustus 2013

Tentang Sebuah Film; Baghban (Edisi KKN)

17/08/2013. Ini kali ketiga aku mulai menulis apa yang kurasa selama masa KKN ini; karena jadwal yang padat, tentu. Dua buah tulisan terdahulu yang kuposting di sebuah jejaring sosial sudah kuhapus. Entah, aku malu sendiri membacanya karena terkesan sangat kekanak-kanakan. Pada tulisan kali ini, aku hanya ingin menceritakan sesuatu yang melesat demikian cepat di kepala, sebab aku takut jika lesatan itu hilang dikemudian hari, lalu apa yang akan kukenang nanti?
Baik, aku ingin bercerita tentang film. Ha, film? Ini patut dipertanyakan bukan? Sebab KKN identik dengan serangkaian kegiatan terprogram yang mesti diselesaikan dalam rentang waktu yang telah ditentukan. Hehehe tentu saja. Maksudnya, kali ini aku akan berbagi pengalaman tentang sebuah film yang kutonton bersama rekan-rekan disela-sela waktu senggang; sebuah film India.
Seorang teman anggota kelompok kami adalah penggemar berat film India dan lagu India, namanya Si’u Amri Jaini dari Program Studi Pendidikan Biologi. Sosok yang biasa dipanggil Jaini ini selalu menggunakan waktu senggangnya dengan menonton film India dan memutar video dan lagu-lagu India. Sebenarnya seorang teman lagi yang bernama Icha juga menyukai film dan lagu-lagu India, tapi jika kuperhatikan Jaini lebih fanatik India dibanding Icha. Kami yang setiap hari selalu bersama-sama terpaksa harus rela memberikan telinga ini santapan pendengaran yang baik setiap mereka memutar lagu-lagu India tersebut (heheh piss, girls. But, it is the fantastic experience).
Di waktu senggang hari ini, usai memainkan Game Angry Birds di Laptop Jaini yang kupinjam, Yose pun meminjam Laptop Jaini; ia ingin nonton katanya. Aku kemudian melakukan pekerjaan lain, namun saat berjalan ke ruang keluarga kulihat Yose sedang menonton Film India. Terlihat sangat fokus sekali. Tanpa banyak tanya aku langsung bergabung. Meski sebenarnya di pikiranku tersimpan tanya, apakah Yose memang penggemar film-film India dari awal atau ia terhipnotis oleh Jaini dan Icha. Tidak lama kemudian, Icha dan Jaini pun bergabung. Icha bilang ia sudah berulang kali menonton film ini, tapi saja setiap kali menonton ia menangis. Aku semakin penasaran dengan film ini. Lupa-lupa ingat, dulu aku juga sudah menonton film dengan cerita seperti di film ini hanya saja versi Indonesia. 
Judul filmnya Baghban.
Baghban bercerita tentang keluarga Raj Maholtra (Amith Bachan) yang sangat bahagia. Kebahagiaan itu terlihat meski Raj dan istrinya Pooja (Hema Malini) sudah menikah selama 40 tahun. Pasangan ini dikaruniai 4 orang anak lelaki dengan tiga menantu dan sepasang cucu. Pada ulang tahun ke-40 perkawinan pasangan Raj-Pooja seluruh keluarga berkumpul, kecuali Alok (Salman Khan); anak angkat Raj yang berada di luar negeri. Sebuah party yang digelar atas permintaan ke-empat anak-anak Raj turut memperlihatkan kebahagiaan keluarga ini.
Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Seperti tak lamanya durasi party yang di-setting dalam perayaan ulang tahun ke-40 pasangan ini. Raj Maholtra pensiun dari pekerjaannya sebagai pejabat tinggi sebuah Bank (ICICI Bank). Raj kemudian mengirim surat pada ke-empat putranya. Inti surat itu mengatakan bahwa Raj sudah pensiun, ia berharap bantuan untuk masa depan dirinya dan sang isteri. Surat ditutup dengan undangan untuk perayaan Holi pasangan Raj-Pooja.
Usai perayaan Holi yang terlihat sangat meriah, keluarga ini berkumpul. Di sinilah Raj mulai merangkai kata, menyampaikan maksudnya pada ke-empat putra. Keinginan Raj tak serta merta disambut baik oleh anak dan menantunya. Mereka meminta waktu untuk berdiskusi terlebih dahulu.
Ketika anak-menantu Raj berdiskusi, sebagai penonton kita dilihatkan betapa durhakanya sang anak. Gigi bahkan gemeletuk saat ke-empat anak itu saling melempar untuk merawat orangtua yang telah membesarkan mereka. Tak ada yang mau menampung pasangan suami isteri tua yang malang itu. Waktu terus berjalan. Mereka belum bisa menyimpulkan ke rumah siapa orangtua malang itu akan dibawa. Sementara pasangan Raj-Pooja menunggu di luar dengan harap-harap cemas. Sebagai orangtua, tentu Raj-Pooja berharap ke-empat anaknya akan saling berebut menginginkan mereka untuk tinggal ditempat salah satu dari ke-empat anak-anak mereka.
Ketika diskusi usai, ke-empat anak Raj-Pooja beserta menantu menemui mereka di luar. Anak-menantu durhaka itu terlebih dahulu bermanis mulut sebelum menyampaikan keputusan yang telah mereka sepakati bersama. Pasangan Raj-Pooja tampak tak sabar menunggu. Tibalah saat salah seorang menantu menyampaikan kesepakatan bersama; Raj-Pooja tidak tinggal bersama, Raj akan tinggal di rumah salah seorang anak selama enam bulan begitupun halnya Pooja dalam waktu bersamaan akan tinggal di rumah anak mereka yang lain dalam rentang waktu yang sama. Ketika masa enam bulan itu habis, masing-masing mereka akan tinggal di rumah anak-anak lain. Begitu seterusnya.
Betapa terkejutnya pasangan Raj-Pooja mendengar keputusan ini. Keputusan yang keluar dari anak-anak yang telah dibesarkannya dengan penuh cinta dan kasih sayang, anak yang ia telah memberikan seluruh hidup dan hartanya untuk kebahagiaan mereka. Namun, yang didapatkannya dari sang anak, sungguh diluar dugaan.
Raj-Pooja berbincang di kamar mereka. Betapa Raj sangat tidak suka dengan keputusan anak-anaknya. Betapa Raj tidak ingin dipisahkan dengan Pooja. Ah, kisah cinta pasangan ini begitu mengharukan. Benar-benar cinta sejati. Sang istri dengan bijak mencoba menasehati Raj. Akhirnya Raj menerima keputusan anak-anak mereka, semua karena Pooja.
Keesokan harinya mereka telah berkemas, pun memanfaatkan waktu yang singkat sebelum anak-anak menjemput. Sang pemilik rumah tempat di mana Raj-Pooja menghabiskan waktu selama 40 tahun ini juga ikut bersedih atas apa yang terjadi pada pasangan ini. Adegan perpisahan ketika Pooja dibawa Sanjay dan Raj dibawa Kiran begitu menyentuh.
Setelah berpisah, hal yang sama dengan kejadian berbeda terjadi pada pasangan ini. Raj, ia diabaikan oleh anak-menantunya bahkan sejak pertama turun dari mobil yang mengantar mereka sampai ke rumah sang anak. Ia dibiarkan sendiri membawa kopernya. Betapa sang anak sama sekali tak menghargainya. Kejadian lain yang mengejutkan Raj terjadi saat Raj dengan tertatih membawa kopernya lalu ketika membuka pintu ia mendengar kata-kata sang menantu yang intinya mengatakan bahwa ia terpaksa membawa Raj tinggal di rumahnya, tak ada lagi yang bisa dibanggakan dari Raj karena ia sudah pensiun dan tak punya apa-apa lagi. Beruntung, ia memiliki cucu lelaki kecil yang menyayanginya.
Sementara Pooja, ia di tolak oleh cucunya yang bernama Payal untuk tinggal sekamar dengannya karena alasan privasi. Jadilah, Pooja tinggal di kamar pembantu keluarga anak-menantunya. Sang pembantu tidak senang dan berkata kasar kepada Pooja, anehnya hal itu dibiarkan oleh menantunya. Pooja sama sekali tak dianggap sebagai ibu dan mertua di rumah itu.
Pagi hari ketika hendak sarapan dengan wajah yang dibahagia-bahagiakan Raj langsung menempati tempat duduk utama meja makan itu; kebiasaan yang selalu dilakukannya. Namun apa hendak dikata ia harus berbesar hati menerima ketika sang menantu menghardiknya, bahwa tempat itu bukanlah untuknya tapi untuk si anak. Perubahan yang tak disangka bagi Raj.
Kerinduan Raj pada Pooja tak terbendung. Ia ingin minta izin pada anak-menantu untuk menggunakan telpon rumah. Tapi, mereka mengabaikannya. Bahkan sama sekali tak mendengarkan apa yang ingin diucapkannya. Maka dengan kerinduan telah menyusup ke seluruh nadinya, ia menggunakan telpon umum untuk menelpon Pooja. Pasangan ini melepas rindu melalui telpon.
Suatu pagi, ketika Raj berjalan-jalan santai. Seorang pria berlari terengah-engah dikejar anjing. Raj menolong pria itu. Berterimakash atas pertolongan Raj, laki-laki yang bernama Hemant Bhai Patel itu langsung menjadikan Raj sebagai abang. Ia memanggil Raj dengan sebutan Mota Bhai. Hemant Bhai merupakan pemilik sebuah Kafe music tak jauh dari perumahan putra Raj, Sanjay Maholtra.
Kejadian demi kejadian yang sangat menyakitkan diterima Raj dan Pooja setiap harinya. Setiap kejadian itu membuatku menitikkan air mata. Tak hanya kejadian yang menyakitkan, kekuatan cinta mereka yang begitu dalam juga tak luput membuat airmata mengalir begitu saja. Film ini benar-benar menguras airmata.
Suatu hari ketika Raj berkunjung ke kafe music Hemant Bhai -sejak perkenalan pertama pagi itu Raj telah sering berkunjung ke kafe Hemant Bhai. Hemant Bhai dan isteri bahkan beberapa pengunjung remaja yang sudah dianggap anak oleh Hemant Bhai pun tahu kisah cinta Raj dan Pooja- seorang gadis menyarankan pada Raj untuk menuliskan kisah cintanya dengan Pooja.
Saran ini ternyata tak disia-siakan Raj. Ia mulai menulis. Menulis menggunakan mesin tik tua membuat sang menantu merasa gaduh dan tak dapat tidur, lagi-lagi Raj dimarahi. Nah, di Music Café Hemant Bhai inilah Raj menghabiskan waktunya dengan menulis. Menulis kisah hidupnya. Hemant Bhai dan isteri merupakan pasangan yang sangat baik. Mereka menganggap Raj seperti saudara sendiri. padahal mereka tak saling mengenal sebelum ini. Sementara anak-anak kandung Raj yang dibesarkan dengan tangannya sendiri tak menganggapnya sebagai orangtua. Ironis.
Masa enam bulan telah berakhir. Saatnya bagi Raj dan Pooja untuk bertukar tempat tinggal ke rumah anak-anak mereka yang lain. Tapi Raj dan Pooja menggunakan kesempatan itu untuk bernostalgia mengenai masa lalu mereka. Mereka tak ingin kembali ketempat anak-anak durhaka itu. ditengah perjalanan nostalgia itulah, secara tak sengaja Raj-Pooja bertemu kembali dengan Alok, sang anak angkat. Pertemuan itu terjadi di sebuah Showroom mobil. Ketika Raj dihina oleh seorang pegawai showroom, saat itulah Alok yang secara tak sengaja melihat kejadian itu serta merta menampar si pegawai. Ia membawa Raj-Pooja dengan penuh cinta dan kasih sayang ke rumahnya.
Ternyata, tanpa sepengetahuan Raj, tulisan yang tak sadar ditinggalkan Raj di café Hemant Bhai diterbitkan oleh sebuah perusahaan penerbitan. Raj menjadi terkenal. Raj kemudian diundang untuk memperkenalkan dan memberikan sebuah sambutan mengenai tulisan yang dibukukan dengan judul ‘Baghban’ tersebut. ke-empat anak-menantu Raj pun tahu mengenai hal ini. Mereka pun menghadiri acara tersebut. Tapi Raj-Pooja mengabaikan mereka. Ketika acara sambutan dari salah seorang anak, anak tertua Raj-Pooja ingin berdiri namun moderator memanggil Alok.
Diakhir cerita, ke-empat anak menantu Raj-Pooja meminta maaf pada mereka, tapi Raj-Pooja tidak bisa memaafkan. Apa yang telah dilakukan ke-empat anak durhaka itu sungguh tak bisa dimaafkan.
Film ini sarat pesan. Menonton film ini aku dilihatkan bagaimana cinta sejati itu (meski hanya dalam film tapi kisah cinta Raj-Pooja sungguh menginspirasi), bagaimana perlakuan yang seharusnya dilakukan pada kedua orangtua, bahkan aku belajar seperti apa keikhlasan orangtua dalam membesarkan anak yang sesungguhnya.
Meski hanya sebuah film, aku ingin mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan Raj Maholtra ia hanya melupakan satu hal; ia lupa bahwa ia telah menjadikan ke-empat anaknya sebagai simpanan deposit. Investasi untuk hari tuanya sehingga ia lupa pada dirinya. Dialog yang terjadi antara Raj dengan seorang pria di awal film menunjukkan hal itu. Tujuan Raj memberikan apapun pada anak-anaknya hanya untuk masa depannya. Memang seharusnya itu yang dilakukan anak terhadap orangtua, membalas jasa-jasa orangtua yang tak akan pernah terbalas meski seluruh daun-daun gugur berubah menjadi mutiara lalu diberikan pada kedua orangtua.
Namun menurut pendapat saya yang dangkal, barangkali Raj telah dianggap tidak ikhlas dalam membesarkan anak-anaknya sehingga anak-anak merasa tidak perlu membalas susah payah Raj-Pooja dalam membesarkan mereka. Lihat halnya dengan Alok, anak angkat yang dibesarkan dan disekolahkan Raj. Ia menjadi begitu berbakti atas apa yang telah diberikan Raj padanya. Hemat saya itu karena Raj tak pernah berharap apa yang telah ia berikan akan dibalas oleh Alok. Ia ikhlas menolong Alok. Tak pernah terbersit sedikitpun dari pikiran Raj bahwa Alokpun akan menjadi sebuah investasi baginya di masa depan. Memang benar, hukum alam itu berlaku. Siapa memberi suatu saat ia akan menerima. Tapi prinsip memberi-menerima itu hanya benar-benar terjadi jika segala sesuatunya dilakukan dengan ikhlas. Raj ikhlas untuk apapun yang ia beri pada anak-anaknya, namun ia lupa bahwa ia telah menganggap apa yang ia beri sebagai investasi di masa tuanya.
Ah, entahlah.
Bagi mereka yang suka menulispun ada pesan dari film ini; tulislah apa yang ditunjukan kehidupan. Maka mulai hari ini, aku ingin menjadi penulis kehidupan. Mulai menuliskan agar aku tak lupa pada kehidupan yang telah membentukku hingga hari ini; baik itu kebahagiaan, kesedihan, rasa malu, apapun. Bukankah menulis dapat menjadi salah satu media melawan lupa pada kenanganku sendiri? Kenangan yang di masa depan akan membuatku tersenyum, tertawa, menahan malu, atau menangis membacanya. Ya, aku menulis untuk diriku sendiri. Tidak peduli apakah oranglain peduli atau tidak pada apa yang kutulis. Tapi satu hal yang penting, apapun yang ditulis dengan hati akan terasa oleh hati. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar