Minggu, 11 November 2012

Pembukaan Diri Melalui Johari Window


Jendela Johari (Johari Window) adalah model yang menjelaskan tingkat keterbukaan dan tingkat kesadaran tentang diri kita. Model ini penting dalam komunikasi antarpribadi.[1] Johari Window berasal dari singkatan nama kedua perumusnya, yaitu Joe Luft dan Hari Ingham, yang menyajikan sebuah model yang dapat digunakan untuk belajar lebih mengenal diri seseorang.[2] Dimana model tersebut adalah membagi diri manusia ke dalam empat daerah kedirian, yang terlihat dalam bagan berikut:



Ada informasi tertentu tentang diri kita (kekuatan, dan kelemahan) yang diketahui oleh diri sendiri maupun oleh orang lain (daerah I, kedirian yang terbuka). Informasi itu mungkin diterima dari isyarat-isyarat visual, seperti mengenakan pakaian warna merah hari ini, misalnya merasa takut terhadap ular atau memberikan suara untuk seorang calon tertentu dalam pemilihan yang telah berlangsung. Isinya dapat berupa pikiran-pikiran  (kognitif ) atau perasaan-perasaan afektif dan/ tingkah laku- tingkah laku.
Pada waktu yang sama, seseorang mungkin memiliki masalah pribadi, seperti membutuhkan/ memerlukan uang, tapi takut berbicara didepan orang ramai, atau bingung, dan sebagainya yang mungkin tidak ingin untuk mengemukakannya kepada orang lain. Hal ini menggambarkan hanya diri sendiri yang mengetahuinya, sedangkan orang lain tidak mengetahuinya (daerah II, kedirian yang tertutup/tersembunyi).
Disamping itu, mungkin ada informasi lain yang diketahui oleh orang lain, tetapi diri sendiri tidak mengetahuinya. Misalnya, muka menjadi merah, memotong pembicaraan orang lain, atau tubuh gemetar ketika berbicara. Informasi ini diketahui oleh orang lain, sementara diri  sendiri kadang kala tidak mengetahuinya (daerah III, buta diri).
Akhirnya, ada daerah informasi baik diri sendiri maupun orang lain tidak mengetahuinya. Daerah ini disebut kedirian yang tak terungkapkan atau kedirian yang tak disadari. Tujuan dari proses pembukaan diri ini adalah untuk meneruskan perolehan lebih banyak tentang informasi berkenaan dengan diri sendiri (pengetahuan tentang diri), untuk membuka daerah-daerah potensial yang tidak diketahui.
Selama mengembangkan hubungan bantuan dengan orang lain dan mulai mengungkapkan informasi tentang diri. Daerah I secara berangsur-angsur semakin luas dan daerah II menjadi semakin sempit, hal ini merupakan proses timbal balik. Pengungkapan-pengungkapan diri mendorong balikan (feed- back) dari orang lain berkenaan dengan profesi diri. Konsekuensinya, daerah I semakin bertambah luas sedangkan daerah III menjadi semakin sempit. Melalui interaksi pengungkapan dan balikan yang terkombinasi, maka dapat mulai membuka daerah IV, daerah pikiran, perasaan dan tingkah laku yang tidak terjelajahi.
Proses pengungkapan dan pemberian balikan tidak merupakan penceritaan segala sesuatu kepada semua orang. Lebih dari itu, ia meliputi saling tukar informasi yang relevan dengan hubungan bantuan. Misalnya, seseorang mungkin memiliki perasaan malu atau ketidakmampuan yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk berbuat dengan baik dalam situasi sosial. Dengan jelas saling tukar perasaan dan memberikan balikan dari pendengar yang simpatik, maka dapat memperoleh kesadaran tentang bagaimana orang lain melihat dirinya dan pengaruh perbuatan terhadap orang itu. Tidak hanya saling  tukar informasi yang berharga dan menjelaskan kemungkinan kesalahan-kesalahan persepsi, tetapi telah menumbuhkan hubungan yang lebih menyenangkan apabila dilakukan dengan tulus dan jujur.[3]
Sejak seorang individu berusaha meningkatkan kesadaran tentang diri sendiri, tujuan yang hendak dicapai ialah memperbesar bagian “bebas dan terbuka” itu dan memperkecil ketiga bagian yang lain. Proses menjadi sadar tentang diri sendiri dan peningkatan pemahaman  tentang diri sendiri meliputi dua usaha penting. Pertama, individu harus benar-benar berani membuka atau mengungkapkan dirinya kepada orang lain. Kedua, individu harus mau meminta dan menerima balikan dari orang lain tentang bagaimana dia berpengaruh terhadap orang lain, serta bagaimana pula taraf kesesuaian antara tingkah lakunya dan maksud-maksud baiknya.
Keberanian membuka diri seperti tersebut diatas meliputi usaha untuk mencobakan tingkah laku baru saling tukar pikiran dan perasaan dengan orang lain, serta berusaha melakukan hal-hal yang mungkin dirasa sulit. Dengan cara ini, individu mulai mengenal lebih banyak kemampuan-kemampuan dan kelemahan-kelemahannya, serta mengenal bagaimana orang lain memandang  dan memberikan tanggapan terhadap dirinya.[4]


[2]  Munro, e.a, dkk, Penyuluhan (Counselling) Suatu Pendekatan Berdasarkan Keterampilan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983) Hal.26
[3]  Syofyan Suri, Komunikasi Antar Pribadi Suatu Tinjauan, (Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan UNP, 2000), h. 43-45
[4] Opcit. Munro, E. A, dkk, Penyuluhan (Counselling) Suatu Pendekatan Berdasarkan Keterampilan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h.26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar