Proses Sosialisasi di Sekolah dan Kelompok Sebaya
1.
Sekolah dan Sosialisasi
a.
Fungsi pendidikan sekolah
1)
Fungsi transmisi transformasi kebudayaan.
Pendidikan merupakan bagian dari
kebudayaan, dan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Keduanya
merupakan faktor gejala dan pelengkap yang penting dalam kehidupan manusia.
Sebab manusia selain sebagai makhluk alam, juga berfungsi sebagai makhluk alam,
juga berfungsi sebagai makhluk kebudayaan atau makhluk berpikir (human
rationale).
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa,
bahwa kata budaya berawal dari “budi dan daya” sebagai cipta, rasa dan karsa
yang menghasilkan karya antaralain adaalah pendidikan. Pendidikan merupakan
kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun sederhananya
peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses
pendidikan. Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia.[1]
Fungsi transformasi kebudayaan
pendidikan sekolah ada dua, yaitu: pertama, transmisi pengetahuan dan
keterampilan, seperti pengetahuan tentang bahasa, system matematika,
pengetahuan alam dan sosial, dan penemuan-penemuan teknologi. Dalam dunia
industry, transmisi pengetahuan sangat penting, sehingga dibutuhkan waktu yang
lama, guru-guru yang professional, dan lembaga khusus. Transmisi keterampilan diajarkan
untuk membentuk keterampilan anak didik yang yang sangat dibutuhkan di
masyarakat, seperti sekolah teknik, dimana (SMK) anak didik diajarkan cara dan
teknik memperbaiki mobil. Kedua, transmisi sikap, nilai, dan
norma-norma. Sebagian besar sikap dan nilai dipelajari secara informal melalui
situasi formal di kelas dan di sekolah. di sekolah melalui contoh pribadi guru,
cerita-cerita, buku-buku bacaan, pelajaran sejarah, dan suasana sekolah yang
mencerminkan sikap nilai dan norma-norma masyarakat yang dapat dipelajari anak
didik.
Fungsi transformasi pendidikan
sekolah, terutama perguruan tinggi diharapkan menambah pengetahuan dengan
mengadakan penemuan-penemuan baru yang dapat membawa perubahan dalam
masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan
yang besar di dunia, sebagian ada yang beranggapan bahwa sekolah dapat
dipergunakan untuk merekonstruksi masyarakat bahkan dapat mengontrol
perubahan-perubahan itu dengan cara social engineering.
2)
Fungsi peranan sosial
Sekolah diharapkan menjadi tempat
bergaul dengan sesama manusia, meskipun berbeda agama, suku bangsa, pendirian,
ekonomi, dan sebagainya. Sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan situasi
sosial yang berbeda-beda. Masyarakat kita telah mengenal diferensiasi dan
spesialisasi suatu pekerjaan. Berkembangnya diferensiasi dan spesialisasi ini
banyak menimbulkan berbagai masalah. Pertama, masyarakat harus mempunyai
fasilitas untuk mengajarkan bermacam-macam spesialisasi-spesialisasi itu. Kedua,masyarakat
harus mengusahakan agar orang-orang yang mempunyai spesialisasi itu seimbang
dengan kebutuhan. Ketiga, masyarakat harus menciptakan mekanisme yang
mampu menyelesaikan antara bakat dan kemampuan individu dengan tuntutan spesialisasi.
Kekurangan atau kelebihan tenaga
spesialisasi dalam masyarakat, selalu menimbulkan berbagai macam masalah
sosial. Oleh karena itu, untuk menjaga keseimbangan tersebut, peran sekolah
menjadi sangat penting untuk membimbing karier anak didik dengan menggunakan
beberapa pertimbangan, antaralain catatan prestasi anak di sekolah dan hasil tes khusus mengenai kemampuan dan
minat anak. Dengan demikian, maka fungsi sekolah adalah menyaring dan
mengarahkan pilihan anak mengenai
spesialisasi pekerjaan kelak dalam
masyarakat. Disamping itu, sekolah juga mengajarkan kepada anak peranannya
sebagai anak dan sebagai pemuda, sebagai siswa, dan sebagai warga Negara.
3)
Fungsi membentuk kepribadian sebagai dasar keterampilan
Sekolah tidak saja mengajarkan
tentang pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan mempengaruhi perkembangan
intelektual anak, melainkan juga memperhatikan perkembangan jasmaniah melalui
program olahraga, senam, dan kesehatan. Disamping itu, sekolah juga
memperhatikan perkembangan watak anak melalui latihan kebiasaan dan tata tertib
pendidikan agama dan pendidikan budi pekerti.
Dengan demikian, pendidikan sekolah
berfungsi mengembangkan kepribadian anak secara keseluruhan. Oleh karena itu, dalam pendidikan modern,
pendidikan anak tidak hanya menjadi tanggung jawabguru saja, melainkan juga
seluruh unsur-unsur sekolah, seperti konselor, perawat dan dokter sekolah,
pekerja sosial, pegawai satpam, orangtua, dan masyarakat. Kepribadian ini akan
menyinari dan mewarnai keterampilan-keterampilan yang akan dimiliki anak didik.
Keterampilan dasar yang harus dimiliki anak didik adalah berbahasa, membaca,
menulis, menguasai pengetahuan, mempunyai sikap, dan mengembangkan nialai-nilai
dari keterampilan dasar itu. keterampilan dasar yang menjadi kompetensi sekolah
berbeda antara yang satu dengan lainnya, sesuai dengan jenis dan jenjang
sekolah.
4)
Sekolah mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan
Anak telah lulus sekolah diharapkan
sanggup melaksanakan pekerjaan sebagai
sumber mata pencaharian. Semakin tinggi tingkat pendidikan anak, semakin besar
harapan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Ijazah masih tetap
dijadikan syarat penting untuk suatu jabatan, walaupun ijazah itu sendiri belum
menjamin kesiapan seseorang untuk melakukan pekerjaan tertentu.
5)
Integrasi sosial
Dalam masyarakat yang bersifat
pluralistik, multikultural, dan heterogen membutuhkan upaya oleh semua pihak
untuk menjamin integrasi sosial. Keutuhan sosial sangat penting untuk
menciptakan keseimbangan hidup masyarakat. Indonesia merupakan Negara
multicultural yang memiliki aneka suku, agama dan adat istiadat, bermacam
bahasa, kelas sosial, politik, ekonomi, dan lain-lain. Sekolah memiliki tugas
yang sangat penting untuk menjaga keutuhan sosial. Upaya-upaya untuk menjaga
integritas sosial antaralain:
Pertama,
sekolah mengajarkan bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia. Dengan bahasa
nasional seluruh suku, golongan, agama yang berbeda-beda akan merasa dirinya
terikat oleh kesatuan sosial, yaitu bangsa Indonesia. Usaha-usaha itu dilakukan
sekolah dengan berbagai jenis jenjang pendidikan, sehingga sejak dini anak
didik telah mengenal bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa. Kedua,sekolah
mengajarkan pengalaman-pengalaman yang sama kepada anak-anak melalui kurikulum,
buku bacaan, buku pelajaran, dan sebagainya. Pengalaman yang sama akan membawa
kearah ikatan emosional menuju kebersamaan. Ketiga, sekolah mengajarkan
kepada anak corak kepribadian nasional melalui pelajaran sejarah, geografi,
upacara bendera, peringatan hari besar nasional, lagu nasional, dan sebagainya.[2]
b.
Contoh kasus tentang sekolah dan sosialisasi
Setelah masuk sekolah, anak harus
dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan serta aturan-aturan sekolah yang
berlaku dan formulatif. Tidak sedikit anak-anak pada masa awal sekolah menangis
karena belum dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi yang baru.
Misalnya, ketika anak masih di rumah mendapat perhatian dari beberapa orang
(orangtuanya, kakek, nenek, paman, bibi, pembantu, dan sebagainya). Sedangkan
di sekolah seorang guru harus memperhatikan anak-anak dalam satu kelas. bila
kelas berisi 40 siswa/anak, maka tiap anak hanya mendapat 1/40 perhatian guru. Sehingga anak akan merasa
stress jiwanya dan menangis menuntut perhatian yang lebih besar dari gurunya.
2.
Kelompok Sebaya dan Sosialisasi
Kelompok sebaya adalah kelompok yang
terdiri atas sejumlah individu yang sama. Pengertian sama disini berarti
individu-individu anggota kelompok sebaya itu mempunyai persamaan-persamaan
dalam berbagai aspeknya. Persamaan yang penting terutama terdiri atas persamaan
usia dan status sosialnya.
Sejumlah unsur pokok dalam
pengertian kelompok sebaya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) kelompok sebaya
adalah kelompok primer yang hubungan antar anggotanya intim; 2) anggota
kelompok sebaya terdiri atas sejumlah
individu yang mempunyai persamaan usia dan status atau posisi sosial; 3)
istilah kelompok sebaya dapat menunjuk kelompok anak-anak, kelompok remaja,
atau kelompok orang dewasa.
Mula-mula kelompok sebaya pada
anak-anak itu terbentuk secara kebetulan. Dalam perkembangan selanjutnya
masuknya seorang anak ke dalam suatu kelompok sebaya berdasarkan atas pilihan.
Setelah anak masuk ke sekolah, kelompok sebayanya bisa berupa teman-teman
sekelasnya dan kelompok sepermainannya.
Pada usia remaja dan awal kedewasaan
seseorang, peranan kelompok sebaya menjadi makin dominan disbanding masa
sebelumnya. Kelompok sebaya remaja kerap menentang nilai-nilai dan norma-norma
yang berlaku dalam masyarakatnya. Misalnya mereka menolak ukuran uang sebagai
ukuran keberhasilan mengisap ganja, melakukan hubungan seksual sebelum
pernikahan, dan lain sebagainya.
a.
Fungsi kelompok sebaya
Di dalam kelompok sebaya, anak
bergaul dengan sesamanya. Di dalam kelompok sebaya itu anak belajar memberi dan
menerima dan dalam pergaulannya dengan sesama
temannya. Apabila seorang anak tidak dapat diterima ke dalam kelompok sebayanya
hal itu menimbulkan kerisauan bagi orangtua maupun gurunya. Partisipasi di
dalam kelompok sebaya memberikan kesempatan yang besar bagi anak mengalami
proses belajar sosial (social learning). Bergaul dengan teman sebaya
merupakan persiapan penting bagi kehidupan seseorang setelah dewasa. Di dalam
dunia kerja, dalam kehidupan keluarga, dan dalam kegiatan rekreasi orang harus
bergaul dengan orang-orang lain yang sebaya.
Di dalam kelompok sebaya anak
mempelajari kebudayaan masyarakatnya. Melalui kelompok sebaya itu anak belajar
bagaimana menjadi manusia yang baik sesuai dengan gambaran dan cita-cita
masyarakatnya, tentang kejujuran, keadilan, kerja sama tanggung jawab; belajar
tentang peranan sosialnya sebagai pria atau wanita; memperoleh berbagai macam
informasi, meskipun kadang-kadang informasi yang menyesatkan, serta mempelajari
kebudayaan khusus masyarakatnya yang bersifat etnik, ke-agamaan, kelas sosial,
dan kedaerahan.
Kadangkala nilai-nilai yang terdapat
dalam masyarakat itu diberi tafsiran sendiri oleh kelompok sebaya. Misalnya:
nilai keberanian, diartikan keberanian untuk berkelahi. Nilai kesetiakawanan
(solidaritas), diartikan kesetiakawananan untuk berbuat curang, dan lain
sebagainya.
Kelompok sosial mengajarkan
mobilitas sosial. Meskipun kebanyakan kelompok sosial itu terdiri dari
anak-anak yang mempunyai status sosial yang sama, namun di dalam kelas atau di
dalam perkumpulan pemuda kerap kali terjadi pergaulan antara anak-anak dari kelas sosial bawah bergaul akrab dengan
anak-anak dari kelas sosial menengah dan kelas sosial atas. Melalui pergaulan
di dalam lingkungan kelompok sebaya itu, anak-anak dari kelas sosial bawah
menangkap nilai-nilai, cita-cita, dan pola-pola tingkah laku itu anak-anak dari
kelas sosial bawah mempunyai motivasi untuk mobilitas sosial.
Di dalam kelompok sebaya anak
mempelajari peranan sosial yang baru. Anak yang berasal dari keluarga yang
bersifat otoriter mengenai suasana kehidupan yang demokratik dalam kelompok
sebaya. Sebaliknya, anak yang berasal dari keluarga yang demokratik mungkin
mengahdapi pimpinan yang otoriter dalam kelompok sebaya. Di dalam kelompok
sebaya mungkin anak berperan sebagai sahabat, musuh, pemimpin, pencetus ide,
kambing hitam, dan lain-lain. Demikian pula dalam kelompok sebaya itu,
anak mempunyai kesempatan melakukan
bermacam-macam eksperimentasi sosial.
b.
Jenis-jenis kelompok sebaya
Ditinjau dari sifat organisasinya,
kelompok sebaya dibedakan menjadi:
(1)
Kelompok sebaya yang bersifat informal.
Kelompok sebaya ini dibentuk,
diatur, dan dipimpin oleh anak sendiri.
Yang termasuk kepada kelompok sebaya yang informal ini misalnya kelompok
permaianan (play group), gang dan klik (clique). Di dalam kelompok
sebaya yang bersifat informal tidak ada bimbingan dan partisipasi orang dewasa,
bahkan dalam kelompok ini orang dewasa dikeluarkan.
(2)
Kelompok sebaya yang bersifat formal.
Di dalam kelompok sebaya yang formal
ada bimbingan, partisipasi, atau pengarahan dari orang dewasa. Apalagi
bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa. Apabila bimbingan dan pengarahan
orang dewasa itu diberikan secara bijaksana maka kelompok sebaya yang formal
ini dapat menjadi wahana proses sosialisasi nilai-nilai dan norma yag terdapat
dalam masyarakat. Yang termasuk kelompok sebaya formal ini, misalnya:
kepramukaan, klub, perkumpulan pemuda, dan organisasi mahasiswa.
Menurut Robins, ada empat jenis
kelompok sebaya yang mempunyai peranan penting dalam proses sosialisasi, yaitu:
Pertama,kelompok permainan (play group). Kelompok sebaya terbentuk secara spontan
dan merupakan kegiatan khas anak-anak. Pola kegiatannya dari permainan paralel
sampai kepada permaianan khayal yang lebih teratur. Meskipun kegiatan anak-anak
pada kelompok permainan itu bersifat khas anka-anak, namun di dalam tercermin
pula struktur dan proses masyarakat luas.
Kedua, gang. Gang dibedakan menjadi
dua: a) delinquent gang, yaitu gang remaja yang tujuannya melakukan kenakalan
untuk mendapatkan material; b) retreatist gang, yaitu gang yang
anggota-anggotanya mempunyai kecenderungan mengasingkan diri, misalnya
mabuk-mabukan, mengisap ganja, kecanduan narkotika; c) social gang, yaitu gang
remaja yang tujuan kegiatannya melakukan kekerasan demi kekerasan itu sendiri.
Pada permulaan studi tentang gang, orang mengasosiasikan pengertian dengan
perbuatan yang negative (jelek). Tetapi sejak diterbitkannya penelitian
Frederic M. Thrasher “Gang” dipandang sebagai gejala perkembangan yang wajar
menuju kedewasaan. Partisipasi remaja dalam kegiatan gang dapat memberikan
getaran pengalaman petualangan baru seperti merokok, mencuri, minum-minuman
keras, mengisap ganja, berkelahi, menentang orang dewasa, dan lain-lain.
Ketiga, Klub. Klub adalah kelompok sebaya yang bersifat formal dalam arti
mempunyai organisasi sosial yang teratur serta dalam bimbingan dan pengarahan
orang dewasa. Yang termasuk kategori klub ini misalnya, perkumpulan
kepramukaan, perkumpulan olahraga, dan kesenian remaja, orgaisasi
kemahasiswaaan, dll. Klub ini merupakan kelompok teman sebaya yang dinilai
positif oleh orangtua dan guru sebagai wahana proses sosialisasi anak dan
remaja.
Keempat, Klik (clique). Apabila dua orang atau lebih bergabung dalam
hubungan yang sangat akrab terbentuklah klik. Cirinya yang penting adalah para
anggotanya selalu merencanakan untuk berada bersama, mengerjakan sesuatu
bersama, dan pergi ke suatu tempat bersama pula. Keanggotaan klik bersifat
sukarela dan informal. Hubungan antara anggota-anggotanya bersifat emosional.
Perbedaannya dengan gang, ialah bahwa gang itu cenderung menimbulkan konflik
dengan lingkungannya, sedangkan klik biasanya tidak menimbulkan konflik sosial.
Dikalangan
mahasiswa juga terdapat kelompok-kelompok teman sebaya. Kelompok sebaya ini
mempunyai peranan penting terhadap aktivitas, minat, dan prestasi akademik
mereka. Martin Trow menggolongkan
kelompok sebaya mahasiswa menjadi empat kategori sebagai berikut:
Pertama,
Collegiate
adalah kelompok sebaya mahasiswa yang suka kepada olahraga, pacaran, berhuru hara, dan umumnya berada; Kedua,Vocational.
Vocational adalah kelompok sebaya mahasiswa yang mempersiapkan diri pada
pekerjaan, tidak suka omong kosong. Kurang mampu dalam financial, sebagian
sudah bekerja dan sudah menikah;
Ketiga,
academic. Academic adalah kelompk teman sebaya
mahasiswa yang menonjol secara intelektual, mengadakan identifikasi dengan
dosennya, banyak menggunakan waktunya di perpustakaan dan laboratorium, dan
telah merencanakan kelulusannya dan karier profesionalnya; Keempat, non
conformist. Kelompok sebaya ini terdiri atas beberapa macam tipe, yaitu yang
secara intelektual agresif, yang mencari identitas dirimya, dan suka
memberontak.[3]
[1]
Ary H. Gunawan, sosiologi Pendidikan
Suatu Analisis Sosiologi tentang berbagai Problem pendidikan, ( Jakarta:
Rineka Cipta,2010), h., 105
[2] M.
Padil dan Triyo supriyatno, Sosiologi Pendidikan, ( Yogyakarta: Sukses
Offset, 2007), h., 148-157
[3] Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2007),h., 197-198
Komentar
Posting Komentar