Contoh Simulasi Konseling dengan Pendekatan Analisis Transaksional


(Simulasi ini fiktif belaka, jika ada kesamaan tempat, nama dan hal lainnya hanyalah unsur ketidaksengajaan ^_^)

Dea adalah seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi. ia sudah duduk di semester V sekarang. Umurnya sudah hampir 21 tahun. Ia adalah anak tunggal dan berasal dari keluarga yang kaya raya. Meskipun kaya, tapi ia tak begitu disukai teman-temannya. Selain karena sifatnya yang kekanak-kanakan juga karena ia selalu memerintah orang lain, merasa diri paling berkuasa. tapi karena tidak ada yang mau berteman dengannya, hal ini mulai membuat dea memnjadi risih. Ia kesepian tak punya kawan.  Ia  tak menyadari bahwa hal yang menyebabkan tidak maunya orang lain berteman dengannya adalah karena sifatnya tersebut. Dalam pikirannya, orang lain tersebutlah yang selalu salah. Maka pada suatu hari, karena tidak tahan lagi dengan kondisi yang menimpanya, ia pun menemui seorang konselor.

 Dea (untuk selanjutnya disingkat dengan Ki): Assalammu’alaikum buk....
Konselor (untuk selanjutnya disingkat dengan Ko): wa’alaikumsalam... (membuka pintu) mari masuk sambil menjabat tangan ki) silahkan duduk..
Ki: ya terimakasih bu, (duduk dikursi yang telah disediakan)
Ko: Namanya siapa?
Ki: Nama saya dea bu,
Ko: Anda kuliah?
Ki: Iya bu, saya sudah semester V sekarang.
Ko: Wahh sedang banyak-banyak tugas itu, ya.. apa jurusannya?
Ki: Iya, bu... jurusan Fisika, bu.
Ko: Ada yang bisa ibu bantu?
Ki: Saya ingin konseling, bu.
Ko: Hmm...  anda sudah pernah melakukan konseling sebelumnya?
Ki: Sudah, bu. Dulu, waktu SMA.
Ko: Hmm sudah lama sekali, ya... apakah anda sudah tau apa itu konseling?
Ki: Sudah, bu.
Ko: Apakah ibu   perlu menjelaskannya lagi atau bagaimana menurut anda?
Ki: Tidak usah, bu. Kita langsung konseling saja.
Ko: Baiklah kalau begitu, Dea.  Ceritakan pada ibu tentang apa yang anda rasakan saat ini!
Ko: Begini, bu. Saya merasa sangat aneh dengan teman-teman saya, bu.
Ko: Aneh bagaimana maksudnya?
Ki: Aneh sekali, bu. Semua teman-teman saya seperti menjauhi saya bu. Padahal saya tidak pernah melakukan salah pada mereka. Saya selalu baik pada mereka. Bahkan kalau minta tolong pun saya selalu memberi mereka imbalan.
Ko: Hmm sudah berapa lama hal ini terjadi?
Ki: Sudah lama sekali, bu. Tapi puncaknya baru semester sekarang. Saya seperti di kucilkan oleh teman-teman saya, bu. Saya tidak tahu apa salah saya. Setiap saya bertanya pada mereka tentang apa salah saya, semuanya tidak ada yang menjawab, bu, mereka hanya cuek dan membiarkan saya sendiri.
Ko: Dikucilkan seperti apa?
Ki: Ya, dikucilkan, bu. Ketika saya ingin ikut ngerumpi atau ikut-ikutan ngobrol bersama mereka saya seperti tidak dianggap, bu.
Ko: Apakah nanda merasa pernah berbuat salah?
Ki: Saya merasa tidak pernah berbuat salah, bu. Saya selalu baik pada mereka. Mereka saja yang mungkin iri pada saya.
Ko: Maksudnya?
Ki: Ya, bu... saya kan anak tunggal dan saya juga berasal dari keluarga yang kaya. Jadi mungkin saja mereka iri pada saya bu.
Ko: Hmm... kenapa anda bisa berfikiran seperti itu?
Ki: Ya, jelas lah, bu. Saya punya segalanya, sedang mereka tidak.
Ko: Hmm.. apakah sikap seperti ini baik menurut anda?
Ki: Sikap yang mana, bu? Saya selalu baik pada mereka. Saya akui saya memang sering meminta tolong pada mereka, tapi saya juga memberikan mereka imbalan kog bu.
Ko: Ya.. sikap seperti itu yang ibu maksud... bagaimana cara anda ketika meminta tolong pada mereka?
Ki: maksud ibu?
Ko: maksud ibu, coba nanda peragakan pada ibu bagaimana biasanya cara anda meminta tolong pada mereka...
Ki: Ya.. biasalah, bu. Kalau ada yang mau mem-fotocopy-kan  makalah, saya akan bilang pada mereka seperti ini,’ sekalian, ya. Copykan saya satu.’ Itu kan biasa, bu. Trus saya juga suka meminta tolong pada teman-teman dekat saya untuk membawakan tas saya, bu. Saya bilang seperti ini, ‘bawain tas saya donk.’ tapi saya gak sekedar minta tolong kog, bu. Saya juga ngasih mereka uang lelahnya. Bahkan saya sering traktir mereka makan siang.
Ko: Hmm.... apakah seperti itu yang anda maksud dengan ‘minta tolong’?
Ki: Di rumah biasanya saya minta tolong juga seperti itu kog, bu. Itu kan biasa, bu. Seperti yang saya lakukan di rumah.
Ko: Maksud ibu, apakah minta tolong tanpa kata ‘tolong’ bisa disebut sebagai permintaan bantuan?
Ki: (terdiam)... tapi di rumah biasanya saya minta tolong seperti itu, bu. Tidak ada yang protes.
Ko: Hmmm... coba nanda bayangkan, seandainya anda yang dimintai bantuan oleh orang lain. Orang lain tersebut misalnya ingin minta tolong pada anda untuk membawakan tasnya. Lalu orang tersebut bilang seperti ini pada anda, ‘ dea, bawain tasku donk!’ Nah, apakah anda mau menolongnya?
Ki: (ki tampak berfikir sejenak)... tidak, bu. Saya mungkin akan berfikir dua kali untuk menolong orang itu, meskipun orang itu sahabat saya sendiri.
Ko: nah... kita misalkan saja anda mau menolong teman anda itu. Setelah anda membawakan tasnya, kemudian teman anda itu memberikan uang kepada anda, apa yang anada rasakan pada saat itu?
Ki: Saya merasa seperti pembantunya, bu.
Ko: hmm... itulah yang sebenarnya sedang dirasakan oleh teman-teman anda. mereka hanya ingin anda berubah, dan tidak lagi bersikap seperti yang anda tunjukkan selama ini.
Ki: tapi kenapa mereka tak  bilang langsung pada saya tentang salah saya itu, bu.
Ko: mungkin mereka takut mengungkapkannya pada anda. Mungkin saja, mereka ingin perubahan itu langsung dari diri anda sendiri. Mereka ingin anda menyadari semua keasahan yang anda perbuat,
Ki: jadi apa yang harus dirubah pada diri saya?
Ko: hmm... ibu fikir kita bisa memulainya dari hal yang paling sederhana. Misalnya,  dengan menyisipkan kata ‘tolong’ pada setiap permintaan bantuan anda. Ibu contohkan ya, misalkan anda ingin minta tolong untuk mengopykan makalah pada teman anda yang bernama pina, misalnya, anda bisa bilang seperti ini, ‘pina... tolong copykan juga, ya makalahnya buat saya satu.’  Sekarang, coba anda peragakan misalkan ibu adalah teman anda, anda ingin ibu membantu anda untuk mengembalikan buku pustaka yang anda pinjam. Nah, bagaiamana cara anda minta bantuan pada ibu?
Ki: hmmm gimana ya, bu. Saya misalkan ibu adalah teman saya yang bernama Rani. Mungkin seperti ini, bu. ‘Ran, saya tidak sempat ke pustaka hari ini, bisa tolong saya mengembalikan satu buah buku pustaka ini?’
Ko: .bagus sekali. Ya, seperti itu yang ibu maksud. Kemudian, satu lagi, pada saat kita minta tolong pada orang lain, orang tersebut tidak selalu menginginkan imbalan berupa materi. Tapi dengan ucapan termakasih yang tulus itu sudah cukup.
Ki: ooo,.. gitu, ya, bu. Baiklah bu, saya akan mencoba merubah sikap saya tersebut.
Ko: ok, bagus sekali itu. kapan anda akan mulai merubahnya?
Ki: nanti, setelah konseling ini selesai, bu. Jika saya ingin minta tolong pada teman saya ketika bertemu mereka nanti, saya akan langsung memperagakan seperti yang ibu contohkan tadi.
Ko: baiklah, ibu tunggu bagaimana perubahannya, ya. Bagaiamana perasaan anda sekarang?
Ki: hmm.... lumayanlah, buk. Meski saya belum mencoba yang telah kita peragakan tadi pada teman-teman, tapi saya merasa lega bahwa ternyata selama ini sikap sayalah yang menyebabkan saya tidak disukai.
Ko: ok, kapan kita bisa bertemu lagi untuk membicarakan perubahan yang telah anda lakukan tersebut?
Ki: minggu depan saja, bu.
Ko: tepatnya?
Ki: hari senin, bu. Pada jam yang sama.
Ko: baiklah, ibu tunggu anda minggu depan disini. Terimakasih sudah datang ke ruangan ibu.
Ki: iya bu sama-sama.
(mereka berdua berdiri, berjabat tangan, dan ki berjalan keluar, diikuti oleh ko. Setelah ki pergi, ko menutup pintu.)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADIS-HADIS TENTANG AKHLAK KONSELOR ISLAMI

JENIS-JENIS PERMAINAN DALAM KONSELING

Motif dan Sikap