Selasa, 25 September 2012 (Flashfiction/Ff)
Catatan Hari Ini
Bagiku,
keluarga adalah segala-galanya. Kepedulian bahkan tak perlu ditunjukkan dengan action.
Dengan kata, cukup bagiku. Terlepas apakah itu sungguh-sungguh atau tidak.
Hati/Qalbu
bersifat lhatif. Sedikit saja tergores, sulit baginya untuk kembali
seperti semula. Setidaknya, inilah yang aku rasa. Pun yang kau rasa (mungkin).
Kebahagiaan
adalah hal indah yang layak dibagi. Aku mengerti. Kebahagiaanmu adalah
kebahagiaan yang ku rasa. Hanya saja tak bisa disampaikan lewat hadirku. Dan
kau tak bisa terima itu. Apakah aku bisa
terima? Tidak. Ada alasan dibalik ketidakhadiran itu.
“Akupun
mengerti,” katamu.
“Tapi yang tak
bisa diterima, tak ada satu sms/telpon pun dihari bahagia itu,” tambahmu.
Aku tersedak.
Ternyata selama ini kita tak saling mengenal.
“Malam itu, aku
hanya tak bisa terima apa yang kau
katakan,” kenangmu.
Aku mengerti.
Tapi menunggu balasan
untuk sebuah empati, itu konyol. Entahlah. Hanya saja ketika itu, tanpa respon darimu yang bisa kupahami adalah
kau sama sekali tak peduli.
“Bukannya tak
peduli, ketika itu aku langsung menelponnya tapi tak diangkat,”tegasmu.
Benarkah? Aku
bersimpati. Tapi kenapa tak disampaikan lewatku saja, padahal aku menunggu.
Hening.
“Lanjutkanlah dulu
(kesibukanmu),” kau mengakhiri.
***
Hari itu kau
kembali. Sudah hampir siang kala itu.
“Berapa bayaran
untuk foto orang wisuda?” tanyamu tanpa ‘kata-kata pendahuluan’, lewat cross
merah seseorang.
Aku meradang. Bagiku,
ada ‘rasa’ tak layak dengan pertanyaan itu. Tak bisa diterima oleh perasaanku,
mengingat apa yang terjadi sebelum ini. ‘Rasa’ ini pula lah yang membedakan
kita (pria dan wanita). Meski sejatinya, ‘aku’ ataupun ‘kau’ hanyalah sebuah keegoisan. Tapi setidaknya aku
berterimakasih untuk ‘titip salam pada kawanmu’ yang kau sampaikan hari itu. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar