TENTANG HUJAN DAN RINDU YANG TERJEBAK DALAM KENANGAN
Sumber: https://galihsatrion.files.wordpress.com |
Aku terjaga malam ini -setelah tidur terlalu
cepat usai magrib tadi. Hujan. Dan itu sudah sejak beberapa jam yang lalu. Dadaku
menjadi gemuruh. Dahaga yang terobati. Sudah lama aku rindu pada hujan yang akan
membasahi tanah sawah yang merengkah. Sawah-sawah yang tak menjadi. Bagi sawah
tadah hujan, hujan adalah kehidupan itu sendiri.
Dan kamu tahu, bagiku tanah sawah yang
merengkah itu seperti luka. Seperti aku di masa lalu. Tanah itu yang merindukan
hujan dan aku yang merindukan kamu. Dan kerinduan tanah sawah itu telah sampai
malam ini. Aku mengkhidmati pertemuan hujan yang menyentuh bumi. Pada tiap
sirai hujan, aku mengkhidmati kenangan yang luruh dan tertinggal, yang luka dan
yang terobati. Dan aku menemukan rindu itu terjebak di dalam kenangan.
Dan kupikir aku harus segera menuliskannya. Sebab
akhir-akhir ini ada banyak hal yang aku mulai lupa. Barangkali aku sudah mulai
menua. Dan aku hari ini menuliskan kamu dengan hati yang baik-baik saja. Kamu tahu,
bagiku masa lalu menjadi satu-satunya hal yang pasti untuk kuceritakan. Dan
satu-satunya masa lalu yang bisa kuceritakan adalah kamu. Dan kamu amat tahu
tentang itu, sebab bagiku di
masa lalu kamu adalah hujan itu sendiri.
Tapi kamu adalah hujan yang tak pernah jatuh
pada bumi tempatku berpijak. Kamu teramat jauh dan terlalu tinggi. Kamu hanya
awan yang membayang-bayangi setiap aktivitas dunia mayaku. Dunia maya itu, aku
tak pernah menganggapnya sebagai sesuatu yang serius. Kamu bahkan tahu itu. Kamu membiarkan kerinduanku jatuh tak sampai
pada subjek yang dirinduinya. Dan aku menikmatinya. Memberikan pada ‘kerinduan’
itu tempat yang begitu besar di hatiku, hingga hatiku menjadi penuh. Penuh oleh
kamu yang tidak pasti dan aku yang mempercayai ketidakpastian.
Di masa yang panjang itu, aku tidak pernah memberi
batas pada kerinduan itu. Aku membawa hati yang penuh itu ke tempat yang
berbeda dan kembali lagi ke tempat yang sama. Tapi, lagi-lagi kerinduan itu tak
pernah sampai. Dan sekali lagi, aku menikmati kerinduan itu. Membiarkan hatiku
semakin penuh, penuh, dan penuh. Membiarkan kerinduan itu bertahan sampai bila
waktu yang aku tak tahu. Hingga akhirnya waktu mengambil alih segalanya. Kamu
tahu, selain hujan, waktu adalah penyembuh luka paling baik. Dan rindu yang
terjebak di dalam kenangan itu, aku tak bisa lagi membawanya ke masa ini. Membiarkannya
tetap sebagai kenangan adalah hal terbaik yang bisa aku lakukan. (Rumah, 02/01.2017)
Komentar
Posting Komentar