DAMPAK KORUPSI TERHADAP KEADILAN SOSIAL
Oleh
Fitria Osnela
(Makalah ini Diajukan
Sebagai Syarat untuk Mengikuti LK 2 di HMI Cabang Jambi Pada 10-17 Juli 2011)
Orde Baru
berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia
berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang
merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan
miskin juga semakin melebar.
Menurut hasil
survey korupsi yang dilansir dari republika.co.id, Indonesia saat ini urutan 47
terkorup dari 66 negara.[1]
Ini jelas membuat miris. Korupsi semakin hari semakin tak terbendung. Banyak
sekali kasus-kasus korupsi para pejabat yang sudah terkuak, seperti kasus Gayus
Tambunan yang terungkap pada 2010 lalu, kemudian kasus Bank Century pada tahun
sebelumnya. Dan yang tak kalah menariknya adalah kasus korupsi Nazaruddin,
mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang resmi menjadi tersangka siang tadi (30/07/11)[2].
Berdasarkan
beberapa fakta di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul ini.
Sekaligus penulis ingin membahas dampak yang ditimbulkan oleh korupsi tersebut
terhadap keadilan sosial. Menurut penulis, masalah ini harus mendapat perhatian
dari berbagai kalangan. Inilah alasan penulis mengambil judul makalah ini.
B.
Dampak Korupsi
Terhadap Keadilan Sosial
1.
Korupsi
Menurut A. Ubaidillah dkk, korupsi adalah tingkah laku individu
yang menggunakan wewenang dan jabatan guna meraih keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum dan negara secara spesifik.[3]
Sementara Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dalam A. Ubaidillah dkk, mendefenisikan
korupsi sebagai tindakan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat luas
demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.[4]
Dalam segala proses kemasyarakatan,
Korupsi bisa terjadi apabila karena faktor-faktor sebagai berikut:
a.
Ketiadaan atau kelemahan
kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan
mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
b.
Kelemahan
pengajaran-pengajaran agama dan etika.
c.
Kolonialisme.
d.
Kurangnya pendidikan.
e.
Kemiskinan.
f.
Tiadanya hukuman yang keras.
g.
Kelangkaan lingkungan yang subur
untuk perilaku anti korupsi.
h.
Struktur pemerintahan.
i.
Perubahan radikal.
j.
Keadaan masyarakat.[5]
Sedangkan faktor yang menyebabkan
merajalelanya korupsi di negeri ini menurut Moh. Mahfud MD adalah adanya
kenyataan bahwa birokrasi dan pejabat-pejabat politik masih banyak didominasi
oleh orang-orang lama. Lebih lanjut menurutnya orang-orang yang pada masa Orde
Baru ikut melakukan korupsi masih banyak yang aktif di dalam proses politik dan
pemerintahan.
Sebaliknya masyarakat kecil tidak
bisa merasakan keadilan hukum. Hukum menampakkan ketegasannya hanya terhadap
orang-orang kecil, lemah, dan tidak punya akses, sementara jika berhadapan
dengan orang-orang ‘kuat’, memiliki akses kekuasaan, memiliki modal, hukum
menjadi lunak dan bersahabat. Sehingga sering terdengar ucapan, seorang pencuri
ayam ditangkap, disiksa dan akhirnya dihukum penjara sementara para pejabat
korup yang berdasi tidak tersentuh oleh hukum (untouchable).
2.
Keadilan Sosial
Keadilan
berasal dari kata adil yang disadur dari bahasa Arab ‘adl,
yang berarti sama. Adil dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia berarti tidak berat sebelah (tidak memihak). Sementara
keadilan adalah sifat (perbuatan, perlakuan, dsb) yang adil: mempertahankan hak
dan keadilan masyarakat, keadaan yang adil bagi kehidupan dalam masyarakat.
Sedangkan sosial adalah (segala sesuatu) mengenai masyarakat.[6]
Dari kutipan di
atas dapat disimpulkan bahwa keadilan adalah suatu perbuatan atau perlakuan
yang tidak memihak dan tidak berat sebelah.
Keadilan sosial
adalah realitas sosial dimana setiap anggotanya memiliki kesempatan yang sama
dan nyata untuk tumbuh dan belajar hidup pada kemampuan aslinya.[7]
Dari kutipan di
atas dapat disimpulkan bahwa keadilan sosial adalah suatu perbuatan atau
tindakan yang terjadi di masyarakat, dimana masyarakat tersebut memiliki
kesempatan dan perlakuan yang sama dan dapat diwujudkan secara nyata untuk
dapat tumbuh dan belajar pada kemampuan aslinya.
Sementara
menurut Mardiatmaja, dalam Eep Saefulloh Fatah, keadilan sosial yaitu keadilan
seputar kesejahteraan bersama atau keadilan komuniter, yang berarti keadilan
sosial bertumpu pada kepentingan seluruh komunitas manusia; orang diajak untuk
lebih memperhatikan mereka-mereka yang lemah dari sudut ekonomi maupun politik,
walaupun (atau justru karena) mereka itu tidak mencapai apa-apa untuk
diberikan, namun tetap memiliki hak kodrati yang harus dihormati baik oleh
komunitas maupun oleh sesama manusia yang bermilik dan berkekuasaan serta
berkekuatan.[8]
Maka dampak
korupsi terhadap keadilan sosial jelas sekali, korupsi merugikan kepentingan
orang banyak, sedangkan yang dimaksud dengan keadilan sosial dalam pengertian
diatas bertumpu pada kepentingan seluruh komunitas manusia.
3.
Esensi Keadilan
Sosial dalam Ajaran Islam
Keadilan dalam
Islam, adalah keadilan yang didasarkan pada kolektivisme dan individualisme
sekaligus. Artinya hak-hak individu diakui sebagai bagian dari kepemilikan
pribadi tapi juga hak-hak bersama dan publik diatur sedemikan rupa sehingga
bisa terciptanya pemerataan ekonomi maupun sosial.[9]
Dalam
pengertian seperti itu, keadilan sosial sangat ditekankan oleh al-Qur’an. Dalam
al-Qur’an, keadilan yang terkait dengan makna keadilan sosial seperti di atas,
paling tidak, ada tiga: dalam pengertian persamaan sosial seperti persamaan di
depan hukum (QS. 4: 58); keseimbangan atau tidak adanya ketimpangan sebagai
asas alam dan sosial dan tidak adanya kezaliman sosial (proporsional dan
memberikan hak kepada pemiliknya).
Konsep keadilan
sosial ekonomi dalam islam berbeda dengan konsep keadilan dalam kapitalisme dan
sosialisme. Jika konsep keadilan sosial ekonomi kapitalis tidak didasari
komitmen persaudaraan, maka konsep keadilan dalam islam didasari atas konsep
persaudaraan universal. Islam menuntut agar sumber daya yang ada di dunia ini
digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Maka islam
mengajarkan agar sumber daya didistribusikan secara adil kepada seluruh umat
manusia. Islam mengajarkan bahwa semuanya yang ada di dunia ini adalah mutlak
milik Allah SWT, sementara manusia hanyalah sebagai pemegang amanah, sehingga
dalam harta yang dimiliki setiap individu ada hak orang lain.
Dalam konsep
kehidupan sosial, islam memandang perbedaan taraf hidup manusia sebagai sebuah
rahmat dan pengingat bagi manusia agar bagi mereka yang lebih berdaya untuk
dapat menolong mereka yang lemah. Harus adanya empati dan simpati terhadap
sesama dalam islam. Islam tidak mengajarkan untuk melakukan penjajahan terhadap
mereka yang lemah. Karena penjajahan adalah bentuk kezaliman terhadap manusia
lain.[10]
Dalam perspektif
Islam, keadilan sosial, bisa terwujud dalam kehidupan nyata manakala dialektika
nilai-nilai al-Qur’an dan kehidupan sosial terus bisa dipertahankan.
4.
Dampak Korupsi terhadap
Keadilan Sosial di Indonesia
Nurcholish Madjid mengatakan bahwa penciptaan keadilan sosial
adalah sejajar dengan pengertian “Negara sejahtera” (welfare state), yang
menuntut tersedianya standar hidup minimal untuk setiap warga.[11]
Realita yang kita lihat saat ini adalah banyak masyarakat Indonesia
yang hidup di bawah garis kemiskinan, tidak tersedianya standar hidup minimal
untuk setiap warga Negara. Standar hidup minimal adalah kehidupan individu yang
mampu mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari baik moril maupun materil.
Salah satu penyebab tidak tersedianya standar hidup minimal bagi
setiap warga adalah karena korupsi yang merajalela sehingga individu yang
membutuhkan bantuan tidak bisa terpenuhi. Korupsi yang dilakukan oleh kalangan
atas menghambat sampainya kesejahteraan kepada masyarakat. Subsidi untuk
pendidikan, kesehatan dan perumahan bagi rakyat kecil tidak dapat terpenuhi
secara maksimal, karena uangnya keburu dirampas oleh para koruptor yang
mendapat kesempatan menjadi penyelenggara Negara dan pejabat.
Selain yang
dikemukakan di atas berikut masih banyak lagi dampak atau akibat dari korupsi ini
diantaranya: Korupsi berakibat sangat berbahaya
bagi kehidupan manusia, baik aspek kehidupan sosial seperti politik, birokrasi,
ekonomi, maupun individu. Bahaya korupsi bagi kehidupan diibaratkan bahwa
korupsi adalah seperti kanker dalam daging, sehingga yang punya badan harus melakukan
“cuci darah” terus menerus jika ia menginginkan dapat hidup terus. Akibat korupsi
dapat dijelaskan seperti berikut:
a.
Bahaya korupsi terhadap masyarakat dan individu.
b.
Bahaya korupsi terhadap generasi muda
c.
Bahaya korupsi terhadap politik.
d.
Ekonomi
e.
Birokrasi[12]
Dari kutipan di
atas dapat diuraikan dampak dari korupsi tersebut di antaranya : Pertama, jika
korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan masyarakat
setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai
masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik.
Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri, tidak akan
ada kerjasama dan persaudaraan yang tulus.
Kedua, salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada
jangka panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi
telah menjadi makanan sehari-harinya, anak tumbuh dengan pribadi antisosial,
selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa (atau
bahkan budayanya), sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan
sifat tidak jujur dan tidak bertanggungjawab.
Ketiga, kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan
pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak berwibawa di mata publik. Jika
demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan
pemimipin tersebut, akibatnya mereka tidak akan akan patuh dan tunduk pada
otoritas mereka. Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti pemilu yang
curang, kekerasan dalam pemilu, money politics dan lain-lain juga
dapat menyebabkan rusaknya demokrasi, karena untuk mempertahankan kekuasaan,
penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau menyebarkan
korupsi lebih luas lagi di masyarakat.
Keempat,
korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Jika suatu proyek
ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi (penyuapan untuk kelulusan
proyek, nepotisme dalam penunjukan pelaksana proyek, penggelapan dalam
pelaksanaannya dan lain-lain bentuk korupsi dalam proyek), maka pertumbuhan ekonomi
yang diharapkan dari proyek tersebut tidak akan tercapai.
Kelima, korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan
meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah
dikungkungi oleh korupsi dengan berbagai bentuknya, maka prinsip dasar
birokrasi yang rasional, efisien, dan kualifikasi akan tidak pernah terlaksana.
Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya orang yang
berpunya saja yang akan dapat layanan baik karena mampu menyuap. Keadaan ini dapat
menyebabkan meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan selanjutnya
mungkin kemarahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.
Di
samping dampak secara umum korupsi juga berdampak dalam perspektif ekonomi,
seperti:
1.
Terjadinya
inefisiensi hingga menyebabkan biaya tinggi ekonomi yang pada akhirnya
dibebankan ke konsumen.
2.
Terjadinya eksploitasi dan ketidakadilan
distribusi pada sumber daya dan dana pembangunan, karena hanya elite kekuasaan
dan pemilik modal yang bisa mengaksesnya.
3.
Terjadi penurunan investasi modal, sehingga
pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pemasukan negara.
4.
Investor
tidak tertarik menanamkan modalnya di negara yang angka korupsinya tinggi.
Korupsi menyebabkan ketidakpastian berusaha.
5.
Pertumbuhan ekonomi mengalami stagnasi dan
angka kemiskinan makin meningkat yang dapat berpengaruh luas pada stabilitas
suatu negara.
6.
Dampak korupsi menimbulkan problem yang besar.
Ketiadaan pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan pelayanan pendidikan
dan kesehatan menyebabkan masyarakat rentan terhadap berbagai penyakit dan rendah
kompetensinya.
7.
Masyarakat juga menjadi kian terbiasa pada
tindak korupsi. Korupsi dianggap sebagai suatu kelaziman dan bahkan menjadi
pelumas bagi proses ekonomi dan politik.
8.
Terjadi distorsi kepentingan pada lembaga
politik tempat proses legislasi berlangsung. Karena wakil rakyat yang dipilih
melalui proses pemilu yang tidak sepenuhnya jujur, adil dan sikap koruptif
menjadi bagian tak terpisahkan di dalamnya. Karena itu, elite dan lembaga
politik punya kecenderungan mengabaikan aspirasi rakyat dan konstituennya.
9.
Dampak yang
paling nyata adalah makin meluasnya ketidakpercayaan rakyat pada lembaga
penegak hukum. Karena itu, tidaklah mengherankan bila penyelesaian sepihak dengan
menggunakan kekerasan menjadi salah satu modus yang kerap dipakai masyarakat untuk
mewujudkan keadilan.
5. Problem Solving
Nurcholish Madjid mengatakan bahwa
dalam tahap sekarang berkaitan dengan krisis nasional yang berpangkal dari
persoalan KKN ini, keadilan sosial tidak bisa tidak harus dimulai dengan
pemberantasan KKN secara total.[13]
Kemudian yang menjadi pertanyaannya
adalah, bagaimana cara memberantas KKN secara total itu? mengingat ini
merupakan persoalan yang sudah mendarah daging di Indonesia, bahwasanya korupsi
dipandang hal yang lumrah dan biasa dilakukan oleh para pejabat. Praktik
korupsi di Indonesia tidak akan pernah hilang jika hukuman yang diberikan pada
para koruptor tidak memberikan efek jera atau efek takut terhadap pejabat lain
yang akan “mencoba-coba” korupsi. Hukuman yang diberikan di Indonesia terhadap
para koruptor hanyalah hukuman penjara dan pada hari-hari besar pun para koruptor
di beri remisi. Padahal dampak yang ditimbulkan dari korupsi ini sangat
berbahaya, korupsi mengakibatkan tidak terciptanya keadilan sosial di dalam
masyarakat.
Cara
pertama yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi itu adalah pembentukan
pribadi, maksudnya sosialisasi norma-norma dan nilai-nilai islam dalam diri
individu dan melaksanakannya secara konsekuen.
Kedua, menegakkan supremasi hukum
dengan konsisten dan konsekuen. Menurut Nawawi Arief, supremasi hukum pada
hakikatnya mengandung makna, bahwa dalam berkehidupan kebangsaan harus
dijunjung tinggi nilai-nilai substansial yang menjiwai hukum dan menjadi
tuntutan masyarakat antara lain: “tegaknya
nilai keadilan, kebenaran, kejujuran, dan kepercayaan antar sesama,” tegaknya
nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan penghargaan atau perlindungan HAM:
tidak adanya kekuasaan/kesewenangan: tidak adanya praktek faforitisme, dan
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).[14]
Dengan kata lain, supremasi hukum berarti
penegakan keadilan dengan sebenar-benar dan seadil-adilnya, agar tercipta
masyarakat yang berkeadilan sosial. Dengan penerapan supremasi hukum ini,
diharapkan tidak ada lagi system tebang pilih terhadap para pelaku korupsi.
Walaupun di Indonesia sudah ada
lembaga anti korupsi seperti KPK, tapi lembaga ini masih tersendat-sendat dalam
menyelesaikan masalah korupsi. Dalam artian lembaga ini belum mampu secara
optimal menghentikan praktik korupsi di Indonesia. Untuk itu, pemberlakuan
hukuman mati bagi koruptor, seperti halnya di Cina, bisa menjadi alternatif
lain untuk memberantas korupsi di Indonesia. Ini akan memberikan efek takut
pada pejabat lain yang akan “mencoba-coba” korupsi.
Dalam
hukum Islam, korupsi dapat dikategorikan sebagai perilaku hirabah. Hirabah
adalah aksi seseorang atau sekelompok orang dalam negara untuk melakukan
kekacauan, pembunuhan, perampasan harta, yang secara terang-terangan mengganggu
dan menentang peraturan yang berlaku, perikemanusiaan, dan agama.
Para
ulama memang mempersyaratkan hirabah dengan tindakan-tindakan kekerasan untuk
merampas harta, mengganggu keamanan dan mengancam nyawa manusia akan tetapi
kekerasan dan gangguan keamanan yang dimaksud tidak dijelaskan lebih detail.
Korupsi seperti hirabah karena ia dapat
merusak seperti hirabah, mengganggu stabilitas negara dan mengancam hidup orang
banyak akibat kekayaan negara yang digerogotinya.
Dengan
menganalogikan korupsi dengan hirabah
maka hukuman bagi pelaku korupsi dapat pula diklasifikasikan menjadi
tiga. Pertama, hukuman mati atau tembak mati, apabila korupsi ini dilakukan
dalam jumlah yang besar (as-sariqah al-kubra) yang dapat mengakibatkan
terganggunya stabilitas negara dan citra bangsa
serta hilangnya kesempatan hidup
bagi sebagian rakyat, seperti korupsi dana dalam jumlah puluhan milyar rupiah
dan seterusnya.
Kedua,
hukuman potong tangan dan kaki secara silang, apabila korupsi dilakukan dalam
jumlah sedikit yang hanya mengakibatkan kerugian material keuangan negara,
seperti korupsi dalam jumlah ratusan juta rupiah. Ketiga, dipenjarakan sampai
ia tobat, apabila korupsi dilakukan dalam jumlah yang sangat sedikit, seperti
dalam jumlah jutaan atau puluhan juta.
C.
Penutup
1.
Kesimpulan
Korupsi merupakan perbuatan
merugikan kepentingan umum yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki wewenang
atau kekuasaan. Banyak dampak yang ditimbulkan oleh korupsi, yang utama adalah
tidak terciptanya keadilan sosial dalam masyarakat yang dapat dirangkum dalam
berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, politik, dan birokrasi, serta yang
lebih parah adalah dampak korupsi terhadap generasi muda.
Korupsi seperti wabah penyakit dalam
tatanan pemerintahan di Indonesia. Sehingga perlu upaya khusus untuk
penanganannya. Upaya penanganan korupsi di Indonesia tidak akan berhasil jika
supremasi hukum tidak ditegakkan secara konsisten dan konsekuen. Dan
pemberlakuan hukuman mati bagi para koruptor merupakan alternatif lain yang
bisa dilakukan untuk membuat efek jera pada para pelaku korupsi di Indonesia.
2.
Saran
Demikianlah makalah singkat ini
penulis susun, semoga bermanfaat untuk pembaca, terutama untuk penulis sendiri.
Dan semoga menambah pengetahuan kita tentang dampak korupsi terhadap keadilan
sosial di Indonesia. Penulis mengharapkan
dengan esensi keadilan sosial dalam ajaran Islam akan dapat mengurangi dan
mencegah timbulnya dampak dari korupsi. Serta penulis menyarankan kepada pembaca
untuk membaca lebih lanjut sumber-sumber yang relevan dengan makalah ini,
sebagai bahan perbandingan.
[1]
Stevy Maradona, Survei Korupsi: Indonesia Urutan 47 Terkorup dari 66 Negara, Selasa, 14 Juni 2011 12:01 WIB, tersedia: http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/11/06/14/lmrkmt-survei-korupsi-indonesia-urutan-47-terkorup-dari-65-negara-yang-disurve.
[2] Metrotv, Nazaruddin Jadi Tersangka, kamis 30 juni 2011, tersedia: http://www.metrotvnews.com/read/tajuk/2011/06/30/809/Nazaruddin-Jadi-Tersangka/tajuk
[3] Ubaidillah, Pendidikan
Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat
Madani), ( Jakarta: uin syarif hidayatulah,2008.) h.180
[4] Ibid.
[6] W.J.S
Purwadarmita, Kamus Umum Bahasa
Indonesia Edisi Ke-3, ( Jakarta: Balai Pustaka, 2006).
[7] Depdiknas, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 8
[8]
Eep Saefulloh Fatah, Pengkhianatan Demokrasi Ala Orde Baru, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000), h.118
[12] Tersedia, Ahmad Rizani http://banjarmasin.tribunnews.com/read/artikel/2011/3/10/75410/Perilaku-Korupsi-dan-Dampaknya-di-Masyarakat- Selasa,
22 Februari 2011
[13] Ibid.h.
168
[14] Barda nawawi arief, masalah penegakan hukum
dan kebijakan penanggulangan kejahatan,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, h.10
Komentar
Posting Komentar