Cerita di Sabtu Senja
Kuberikan lembaran 5 ribuan kepada tukang ojek itu. Ia memberikan kembaliannya, dua lembar uang senilai seribu rupiah kini sudah berada di tanganku. Aku bergegas ke kedai tempatku biasa menunggu. "Emkazet sabantako baru lewat, kiro-kiro limo minik ko, Nak ." kata si pemilik kedai sesaat sebelum aku sempat menduduki bangku panjang di depan kedainya. Sepertinya memang pemilik kedai ini sudah sangat hafal sekali dengan wajahku dan kemana tujuanku. "Waah... Wak talambek turun, Pak. Tadi ado kegiatan sakatek. Oto kan lai masih ado ndak, Pak? " pertanyaan yang aku sendiri tahu jawabannya. " Lai, Nak. Beko lainyo jam satangah limo, terakhir jam satangah anam". Aku tahu hal ini, tapi setiap duduk di sini aku selalu menanyakan hal itu, untuk meyakinkan diriku bahwa aku memang bisa pulang dan tak ketinggalan bus. Pembicaraanku dengan pemilik kedai itu hanya sampai di sana. Selebihnya, aku lebih suka diam. Pandanganku tak lepas dari arah datang